Ada 3 sifat yang dimiliki oleh wanita yang tentunya hal ini sangat di idam-idamkan baik wanita itu sendiri maupun laki-laki yang biasanya sangat konsen untuk ketiga hal ini terutama yang sedang mencari
pasangan hidup. Ketiga sifat yang dimaksud adalah yang pertama adalah cantik, yang kedua adalah lembut dan santun, dan yang ketiga adalah pintar dalam hal budi pekerti.
Menurut hemat saya,diantara beberapa suku-suku yang ada di tanah air penulis melihat ada 3 suku yang menonjol kepribadian dan sifatnya yang tentunya tidaklah bermaksud mengabaikan suku-suku lainnya.
1.SUNDA : Terkenal dengan kecantikan para wanitanya
2.JAWA : Terkenal dengan kelembutan dan sopan santun dalam tutur bahasanya.
3.BATAK : Terkenal dengan pintar dan budi pekertinya.
Selanjutnya akan kita bahas satu persatu diantara keistiwewaan ketiga sifat wanita ini (cantik= sunda, lembut & sopan = jawa, pintar dan punya budi pekerti = batak).
CANTIKLAH SEPERTI BORU SUNDA
Siapa yang tidak tahu boru Sunda itu cantik-cantik?Cantik berhias diri dan cantik dalam berpenampilan. Apakah cantik itu perlu? Jawabnya, perlu. Kita tidak bisa memungkiri hal yang pertama sekali kita lihat dari seseorang yang baru kita kenal adalah penampilannya (fisikly). Dan bahkan tampilan seseorang yang sangat
cantik dan elegant mampu membuat orang jatuh cinta pada pandangan pertama. Penampilan juga dapat menjadikan kita pada kelas yang diperhitungkan. Hal pertama yang memberi keuntungan langsung pada kita
dari penampilan yang baik adalah orang tidak sepele dengan kita. Kita pasti sangat akrab dengan perkataan umum, "TU AHA RUPAI, ANGGO SO HASEA DO PANGALAHONA (UNTUK APA WAJAH YANG CANTIK, JIKA BUDINYA TIDAK BAGUS?"
Memang sudah benar sebutan itu, tapi adakah kita sadari bahwa perkataan itu dengan otomatis sudah melemahkan keinginan kita untuk tampil cantik?. Dengan sendirinya kita sudah mengatakan, "TIDAK PERLU UNTUK CANTIK," padahal CANTIK ITU MENARIK bukan?Bukanlah suatu hal yang susah menurut saya untuk tampil cantik, bukan dengan harus pergi ke salon 3x dalam seminggu. Tapi cukup dengan rajin merawat diri (bersih), pintar memadukan pakaian yang cocok, dan berdandanlah sepantasnya. Saya sudah banyak memperhatikan boru halak hita yang bila sudah menikah tidak memperhatikan penampilan lagi,
dengan dalih mengatakan, "AI DANG PORLU BE I, GELLENG I NAMA NAUMPORLU,
(TIDAK PERLU LAGI TAMPIL CANTIK, ANAK LAH YANG LEBIH PENTING)."
Hehehe...dari 24 jam sehari tak ada lagikah waktu untuk menjadikan diri kita tetap cantik selalu? Tak ada waktukah untuk berdandan sejenak atau karena malas?
Pola pikir seperti inilah yang perlu dirubah dari kebiasaan boru halak hita. Tidak ada orang yang terlahir jelek, hampir bisa dikatakan semua rupa bayi sama, hanya bagaimana kita bertumbuh dan merawat badan/tubuh kitalah yang kemudian menjadikan kita berbeda. Jadi rawatlah tubuh anda agar anda kelihatan cantik selalu. Ingat untuk CANTIK itu tidak harus mahal, tapi cukup dengan modal kemauan dan kerajinan.
LEMBUT DAN SANTUN SEPERTI BORU JAWA
Hmm...pernah dengarkan boru Jawa berbicara? Semarah-marahnya seorang boru Jawa tapi koq tidak bisa kasar ya ngomongnya, selalu nadanya itu bisa dikontrol, lembuuuut. Sangat berbeda dengan boru halak hita yang dominan cerewet, "patubekbek" dalam bahasa ilmiahnya. Satu contoh lagi yang sangat menarik dari boru Jawa ini yaitu santun dan patuh terhadap suaminya. Saya banyak memperhatikan bagaimana seorang boru Jawa melayani suaminya, benar-benar melayani dengan cinta yang lembut, apa dan bagaimanapun suaminya itu dia akan selalu memberi pelayanan terbaik buat suaminya. Akh..boru halak hita seperti itu kah? Jangan-jangan kurang sedikit saja setoran langsung "patubekbek."Pantaslah seorang pencipta lagu menuliskan lagunya,
"OLOMA SIPATA TAHE DA, TATA ROHANIBA MARNIDA BORU NI RAJA NA DI JABUAN,
GABE OLO DO SIPATA TAHE DA, TUBU SANGKAP-SANGKAP NI ROHA, LAO MANGALAP
BORU JAWA. (TERKADANG INGIN RASANYA MENIKAHI GADIS JAWA DARIPADA GADIS
BATAK).
Coba deh boru halak hita semua seperti itu, pasti lagu ini tidak akan pernah tercipta dan tidak akan pernah kita dengar.Saya bukan bermaksud untuk mengatakan segala sesuatu harus tunduk pada suami (lelaki), tapi saya hanya menekankan, "Buatlah lelaki itu tahluk dengan kelembutan mu sebagai seorang wanita."
Setinggi apapun jabatan mu dalam pekerjaan, sebebas apapun kamu menyuruh laki-laki yang menjadi bawahan kamu, tapi untuk suami, seorang perempuan tetaplah harus tunduk pada suami.
PINTAR DAN PUNYA BUDI PEKERTI SEPERTI BORU BATAK
Kalau yang ini mah boru batak tidak diragukan lagi. Dari kecil kita sudah terbiasa dengan pendidikan, baik itu pendidikan rohani maupun pendidikan akademis. Semiskin-miskinnya orang tua kita sangat
jarang yang tidak menyekolahkan anak-anaknya, minimal sampai pendidikan menengah atas. Oleh karena itu kita sebagai boru halak hita harus meneruskan pola pikir seperti ini kepada anak-anak kita kelak. Tujuh
puluh persen pola pikir anak diadopsi dari ibu yang dominan lebih sering berhadapan langsung dengan anaknya. Bagaimana kita mengharapkan anak kita pintar jika ibunya tidak pintar?
Budi pekerti atau akhlak, itu juga didasari dari pola pendidikan rohani sejak dini. Dari kecil kita sudah diajar dalam sekolah minggu, kemudian pendidikan agama dasar dan menengah, adat istiadat dan budaya kita yang
sangat menjunjung tinggi norma-norma kiranya menjadikan kita sebagai boru BATAK yang pintar dan berakhlak.
Jika 3 hal yang istimewa ini digabungkan dan ada pada diri seorang boru halak hita,"CANTIK, LEMBUT DAN SANTUN, SERTA PINTAR DAN BERBUDI PEKERTI, maka akan terbentuk sebuah karakter wanita yang boleh dibilang nyaris mendekati sempurna. Karena ketiga karakter sifat diatas saling
melengkapi satu sama lain.Oleh karena itu,"CANTIKLAH SEPERTI BORU SUNDA,LEMBUT DAN SANTUN SEPERTI BORU JAWA,SERTA PINTAR DAN PUNYA BUDI PEKERTI SEPERTI BORU BATAK,"dan anda akan disebut "BORU NI RAJA" yang sejati.
Senin, 31 Agustus 2015
Minggu, 30 Agustus 2015
PERKAWINAN TERLARANG (BATAK TOBA).
Menikah dengan orang bertali darah, atau incest, luas dianggap sebagai perilaku menyimpang.
Dan di masyarakat Batak Toba, Tapanuli Utara, pengertian incest bahkan lebih luas dari sekadar skandal antara orang tua dan anak, atau sesama saudara kandung, melainkan meliputi kawin dengan orang semarga.
Di masyarakat Batak Toba, dikenal tiga macam perkwainan terlarang :
- Perkawinan semarga
- Perkawinan marpadan
- Perkawinan bona ni ari
Perkawinan semarga jelas, terjadi antara pria dan wanita semarga. Lalu yang disebut marpadan adalah perkawinan antar marga yang bekerabat dari sumpah leluhur. Misalnya, leluhur marga Sitompul dan Tampubolon. Karena persahabatan yang kental, mereka kemudian mirip saudara kandung hingga
sepakat bersipadan agar keturunan mereka tak akan saling mengawini.Akan halnya pernikahan bona ni ari adalah perkawinan antar lelaki dan wanita yang semarga dengan istri leluhur pertama. Contoh, wanita Tambunan tabu kawin dengan pria Manurung karena boru Manurung adalah istri Raja Tambun. Sebaliknya pria Tambunan sangat dianjurkan menikahi wanita Manurung. Mereka marpariban boru Manurung itu boru tulang, putri saudara lelaki ibu atau sepupu, keturunan Raja Tambun. Pernikahan menyimpang ini sudah ratusan tahun. Memang, mulanya ditentang. Namun, melihat pasangan incest bisa hidup gabe atau sukses
punya keturunan, lambat-laun corak hidup ini tak dianggap tabu lagi. Apalagi pada kejadian pertamanya sudah dilakukan pesta adat. Jadi, generasi berikutnya menganggap sah saja meneruskannya.
Namun apa yang dianggap wajar bagi warga dan wilayah desa yg melakukannya, ternyata, belum bisa diterima penduduk di luar desa itu.Dan akibatnya penduduk daerah lain akan mengisolasi mereka yg
melakukannya, sebab menurut pandangan mereka menikah dengan marga lain bisa memperluas sistem kekerabatan. “Kalau masih dengan Tambunan, tak kawin pun sudah bersaudara,”
Menurut keyakinan masyarakat di sekitar Danau Toba, meski sudah turun-temurun dalam beberapa generasi, orang semarga tetap merupakan bertali darah bagai kakak dan adik. Ini dikukuhkan dalam ketentuan adat sehingga orang semarga tabu untuk menikah.Jadi, andainya terjadi incest, itu berarti arang bukan hanya mencoreng kening keluarga, tapi juga di wajah masyarakatnya.Sikap hormat pada
warisan leluhur itu membuat hukum adat yang bicara, yaitu pasangan pelaku dijatuhi sanksi berat. Caranya, ya, dibuang atau dikucilkan dari lingkungan asal, sebelum mereka mengadakan pesta adat dengan
menyembelih beberapa kerbau sebagai tanda minta maaf kepada masyarakat.
Bahkan, sempat pula jatuh korban jiwa, misalnya, pelaku incest kemudian terbunuh. Jika orang semarga ditabukan berumah tangga, menurut penalaran, tentu, akan lebih tabu bagi orang dalam satu induk marga.
Bahkan dahulu ada banyak kejadian setelah menikah, (maaf) saat berhubungan badan sampai Dempet tidak bisa dilepaskan oleh siapa pun bahkan harus ada yang dikorbankan salah satu dari keduanya, sangat
dramatis dan ngeri bukan...??
Dunia boleh modern, tapi kita harus bisa sadar dan membuka mata…Para leluhur kita, walaupun hidup di dunia yang buta akan norma dan susila, tetap bisa menjaga dengan baik mana yang mariboto dan mana yang
marpariban.
"Bagot sisandebona papitu ila-ila, Pamangan do mandok bohi do maila
Ompunta do marsungsang durina, Hita pomparanna do na manaon ila"
Dan di masyarakat Batak Toba, Tapanuli Utara, pengertian incest bahkan lebih luas dari sekadar skandal antara orang tua dan anak, atau sesama saudara kandung, melainkan meliputi kawin dengan orang semarga.
Di masyarakat Batak Toba, dikenal tiga macam perkwainan terlarang :
- Perkawinan semarga
- Perkawinan marpadan
- Perkawinan bona ni ari
Perkawinan semarga jelas, terjadi antara pria dan wanita semarga. Lalu yang disebut marpadan adalah perkawinan antar marga yang bekerabat dari sumpah leluhur. Misalnya, leluhur marga Sitompul dan Tampubolon. Karena persahabatan yang kental, mereka kemudian mirip saudara kandung hingga
sepakat bersipadan agar keturunan mereka tak akan saling mengawini.Akan halnya pernikahan bona ni ari adalah perkawinan antar lelaki dan wanita yang semarga dengan istri leluhur pertama. Contoh, wanita Tambunan tabu kawin dengan pria Manurung karena boru Manurung adalah istri Raja Tambun. Sebaliknya pria Tambunan sangat dianjurkan menikahi wanita Manurung. Mereka marpariban boru Manurung itu boru tulang, putri saudara lelaki ibu atau sepupu, keturunan Raja Tambun. Pernikahan menyimpang ini sudah ratusan tahun. Memang, mulanya ditentang. Namun, melihat pasangan incest bisa hidup gabe atau sukses
punya keturunan, lambat-laun corak hidup ini tak dianggap tabu lagi. Apalagi pada kejadian pertamanya sudah dilakukan pesta adat. Jadi, generasi berikutnya menganggap sah saja meneruskannya.
Namun apa yang dianggap wajar bagi warga dan wilayah desa yg melakukannya, ternyata, belum bisa diterima penduduk di luar desa itu.Dan akibatnya penduduk daerah lain akan mengisolasi mereka yg
melakukannya, sebab menurut pandangan mereka menikah dengan marga lain bisa memperluas sistem kekerabatan. “Kalau masih dengan Tambunan, tak kawin pun sudah bersaudara,”
Menurut keyakinan masyarakat di sekitar Danau Toba, meski sudah turun-temurun dalam beberapa generasi, orang semarga tetap merupakan bertali darah bagai kakak dan adik. Ini dikukuhkan dalam ketentuan adat sehingga orang semarga tabu untuk menikah.Jadi, andainya terjadi incest, itu berarti arang bukan hanya mencoreng kening keluarga, tapi juga di wajah masyarakatnya.Sikap hormat pada
warisan leluhur itu membuat hukum adat yang bicara, yaitu pasangan pelaku dijatuhi sanksi berat. Caranya, ya, dibuang atau dikucilkan dari lingkungan asal, sebelum mereka mengadakan pesta adat dengan
menyembelih beberapa kerbau sebagai tanda minta maaf kepada masyarakat.
Bahkan, sempat pula jatuh korban jiwa, misalnya, pelaku incest kemudian terbunuh. Jika orang semarga ditabukan berumah tangga, menurut penalaran, tentu, akan lebih tabu bagi orang dalam satu induk marga.
Bahkan dahulu ada banyak kejadian setelah menikah, (maaf) saat berhubungan badan sampai Dempet tidak bisa dilepaskan oleh siapa pun bahkan harus ada yang dikorbankan salah satu dari keduanya, sangat
dramatis dan ngeri bukan...??
Dunia boleh modern, tapi kita harus bisa sadar dan membuka mata…Para leluhur kita, walaupun hidup di dunia yang buta akan norma dan susila, tetap bisa menjaga dengan baik mana yang mariboto dan mana yang
marpariban.
"Bagot sisandebona papitu ila-ila, Pamangan do mandok bohi do maila
Ompunta do marsungsang durina, Hita pomparanna do na manaon ila"
UPPASA NI NAPOSO
Eme di balian
tu ramosna ma biurna golomonta
Betah hasian
Asa tugomosna ihotni holongta.
Tao ni si lalahi
Tung tio do i tatapon
Ndang tartaon sahali pe
Molo sohutiop tanganmi tamba sitaonon.
Dang sigaret Ardath
Mangalului pusuk pe jadi do
Dang tarbaen manggarar adat
Mangalua saut ingkon jadi do.
Sadia dao ma sian on
Marlereng tu Adian Hoting
Sadia dao ma sian i ro ho
Mamereng au boru Hombing.
Jolo tiniktik sanggar
laho bahenon huru-huruan,
Jolo sinukkun marga
asa binoto partuturan.
Tudia ma luluon da
goreng-goreng bahen soban,
Tudia ma luluon da
boru Tobing bahen dongan.
Tudia ma luluon da
dakka-dakka bahen soban,
Tudia ma luluon da
boru Sinaga bahen dongan.
Manuk ni pealangge
hotek-hotek laho marpira
Sirang na mar ale-ale,
lobianan matean ina.
Silaklak ni dandorung
tu dakka ni sila-sila,
Ndang iba jumonok-jonok
tu naso oroan niba.
Metmet dope sikkoru da
nungga dihandang-handangi,
Metmet dope si boru da
nungga ditandang-tandangi.
Torop do bittang di langit,
si gara ni api sada do
Torop do si boru nauli,
tinodo ni rohakku holoan ho do
Rabba na poso,
ndang piga tubuan lata
Hami na poso,
ndang piga na umboto hata
tu ramosna ma biurna golomonta
Betah hasian
Asa tugomosna ihotni holongta.
Tao ni si lalahi
Tung tio do i tatapon
Ndang tartaon sahali pe
Molo sohutiop tanganmi tamba sitaonon.
Dang sigaret Ardath
Mangalului pusuk pe jadi do
Dang tarbaen manggarar adat
Mangalua saut ingkon jadi do.
Sadia dao ma sian on
Marlereng tu Adian Hoting
Sadia dao ma sian i ro ho
Mamereng au boru Hombing.
Jolo tiniktik sanggar
laho bahenon huru-huruan,
Jolo sinukkun marga
asa binoto partuturan.
Tudia ma luluon da
goreng-goreng bahen soban,
Tudia ma luluon da
boru Tobing bahen dongan.
Tudia ma luluon da
dakka-dakka bahen soban,
Tudia ma luluon da
boru Sinaga bahen dongan.
Manuk ni pealangge
hotek-hotek laho marpira
Sirang na mar ale-ale,
lobianan matean ina.
Silaklak ni dandorung
tu dakka ni sila-sila,
Ndang iba jumonok-jonok
tu naso oroan niba.
Metmet dope sikkoru da
nungga dihandang-handangi,
Metmet dope si boru da
nungga ditandang-tandangi.
Torop do bittang di langit,
si gara ni api sada do
Torop do si boru nauli,
tinodo ni rohakku holoan ho do
Rabba na poso,
ndang piga tubuan lata
Hami na poso,
ndang piga na umboto hata
Kamis, 27 Agustus 2015
HODO SASUDE - RANI SIMBOLON & DORMAN MANIK
Ho do mata mual i di ahu..
Ho do sasude dingoluki..
Unang tinggalhon ahu ito hasian
Holan ho do na di rohaki..
Ndang na boi be tarlupahon ahu..
Denggan ni basa mi da hasian..
Manang didia pe huingot do..
Padan naung tapuduni..
Holong roham tu ahu..
Songoni do rohaki..
Dangna muba dangna mose i..
Tiop ma tanganhon..
Tapagomos ma ito..
Padan naung tapudun i..
LAO MA HO - JONAR SITUMORANG & ARVINDO SIMATUPANG
Di tongani bornginon
Hundul ma sasada au ito
Sai manetek iluki
Dukkon di dokko naeng muli nama ho
Hasian.....
Jonar Situmorang Feat Arvindo Simatupang
Jonar Situmorang Feat Arvindo Simatupang
Dang na tarlupahon au
Denggan ni pargaulanta i ujui
Dang hurippu songon on
Paninggalhon mon di au
Hasian.....
Malala ate ateki
Magopu rohaki di bahen ho
Lao ma ho ito
Lao ma ho ito
Tuntun ma nasa lomom hasian
Unang be sai ingot ingot i sude
Lao ma ho ito
Lao ma ho ito
Tuntun ma nasa lomom hasianku
Unang be sai ingot ingot i sude
Pargaulan ta i
Hundul ma sasada au ito
Sai manetek iluki
Dukkon di dokko naeng muli nama ho
Hasian.....
Jonar Situmorang Feat Arvindo Simatupang
Jonar Situmorang Feat Arvindo Simatupang
Dang na tarlupahon au
Denggan ni pargaulanta i ujui
Dang hurippu songon on
Paninggalhon mon di au
Hasian.....
Malala ate ateki
Magopu rohaki di bahen ho
Lao ma ho ito
Lao ma ho ito
Tuntun ma nasa lomom hasian
Unang be sai ingot ingot i sude
Lao ma ho ito
Lao ma ho ito
Tuntun ma nasa lomom hasianku
Unang be sai ingot ingot i sude
Pargaulan ta i
SIAL HIAN - ARGANHA TRIO
Rodo au sian lubuk pakam
Mandapothon ho tu pulo batam
Songon pinangido mi hasian
Asa rap hita nadua
Dimata ni pesta ulang tahun mi
Arop hian do rohakku tikki i
Jouhononmu au jonok tu lambung mi
Sial hian huhilala au disi
Gurgur hian mudarhu makkhitiri au
Mangorom rimashu
Paadop adop ho dohot sidoli i
Aut sonamarnida horung horung mi
Namargorga silang nabadia i
Ikkon mate di tangaku halletmi
Tung na ipe dalan hamagoanki
Alai talu do
Sibolis di rohakki
Merry... Nauli laguku
Laos so di botoho na di rohakku
Merry... Maila hian au
Maila hian au tu diringku
Mulak nama au tu Kuala Namu
Maboan arsaki hasian
Tading ma kota nabalau
Tuhan i nama haporusanku
Mandapothon ho tu pulo batam
Songon pinangido mi hasian
Asa rap hita nadua
Dimata ni pesta ulang tahun mi
Arop hian do rohakku tikki i
Jouhononmu au jonok tu lambung mi
Sial hian huhilala au disi
Gurgur hian mudarhu makkhitiri au
Mangorom rimashu
Paadop adop ho dohot sidoli i
Aut sonamarnida horung horung mi
Namargorga silang nabadia i
Ikkon mate di tangaku halletmi
Tung na ipe dalan hamagoanki
Alai talu do
Sibolis di rohakki
Merry... Nauli laguku
Laos so di botoho na di rohakku
Merry... Maila hian au
Maila hian au tu diringku
Mulak nama au tu Kuala Namu
Maboan arsaki hasian
Tading ma kota nabalau
Tuhan i nama haporusanku
HOLONG NA SO HASUHATAN - AGIAN TRIO
Pos roham hasian
Hudongani do ho
Saleleng ngolungki
Sai hu hokkop do ho
Tung so boi marsak rohami
Tung ias rohangki
Manghaholongi ho
Dang na boi hasuhatan i ito
Holong ni rohangku tu ho ito
Mandar ni dainang i
Hu uloshon tu ho
Asa las dagingmi
Sonang nang roham mi
Hundul di lambungki
Hudongani do ho
Saleleng ngolungki
Sai hu hokkop do ho
Tung so boi marsak rohami
Tung ias rohangki
Manghaholongi ho
Dang na boi hasuhatan i ito
Holong ni rohangku tu ho ito
Mandar ni dainang i
Hu uloshon tu ho
Asa las dagingmi
Sonang nang roham mi
Hundul di lambungki
AMONG PARSINUAN - SIMATUPANG SISTER
Marsinggan do au marpangidoan tu Tuhan i
Anggiat sai horas ho among
Mangula si ulaon mi
Molo hu ingot loja mi among parsinuan
Dang tuk gogokki lao pasuanghon halojaon mi
Dapotan nauli ma nian
hami da helleng mon
Dang tarpatudos burju mi among parsinuan
Manganju hami on side
Dang marnaloja ho among patupa na denggan
Tu akka jolma i dohot sisolhot i
Saormatua ma ho among Saormatua ma ho inong
Holongku tu ho ngolukku di ho
Ale amongku na lagu.
Rabu, 26 Agustus 2015
MEKKEL NAMA AU - VIKY SIANIPAR & TONGAN SIRAIT
Jumpang ari jumpang bulan
Jumpang nang taon muse
Ari-ari tapasuda
Soadaong namoru hape
Nunga lam suda ari-ariku
Nunga lam loja mamingkiri
So adong na muba dope
Hape umur nunga lam matua
so tarulahan..
Hape daging nunga lam loja
So tarambatan
Soadong na hudapot dope
Mekkel nama au, Unang holsoan au
Mekkel nama au unang sai marsak au
Jumpang nang taon muse
Ari-ari tapasuda
Soadaong namoru hape
Nunga lam suda ari-ariku
Nunga lam loja mamingkiri
So adong na muba dope
Hape umur nunga lam matua
so tarulahan..
Hape daging nunga lam loja
So tarambatan
Soadong na hudapot dope
Mekkel nama au, Unang holsoan au
Mekkel nama au unang sai marsak au
HOLONG NA IAS - QUEEN VOICE
Bereng ma bintang di langit
Tatap huhut marangan angan
Nangpe jonok tu si malolong hasian
Dang na tardungdung ni tangan
Nangpe jonok tu si malolong hasian
Dang na tardungdung ni tangan
Songon i do nang rohakku
Au do umboto dibagasan
Rura na bagas na boi jurur jururan
Rohangku dang boi dapotonmu
Rura na bagas na boi jurur jururan
Rohangku dang boi dapotonmu
Hudok pe hatangkon tuho ito hasian
Unang Ma hata sian pamangan
Unang pola sukkun au taringot holong
Pambahenanki do idaon mu
Hudok pe hatangkon tuho ito haholongan
Unang ala uli ni pamatang
Hilala ma i ro sian pangalaho
Ima Holong na Ias tutu
Tatap huhut marangan angan
Nangpe jonok tu si malolong hasian
Dang na tardungdung ni tangan
Nangpe jonok tu si malolong hasian
Dang na tardungdung ni tangan
Songon i do nang rohakku
Au do umboto dibagasan
Rura na bagas na boi jurur jururan
Rohangku dang boi dapotonmu
Rura na bagas na boi jurur jururan
Rohangku dang boi dapotonmu
Hudok pe hatangkon tuho ito hasian
Unang Ma hata sian pamangan
Unang pola sukkun au taringot holong
Pambahenanki do idaon mu
Hudok pe hatangkon tuho ito haholongan
Unang ala uli ni pamatang
Hilala ma i ro sian pangalaho
Ima Holong na Ias tutu
HU ANJU DO HO - NAINGGOLAN SISTER
Aalai tung so taranju do ho
Lomo-lomom do guru dokmu do na saut
Rimangi ma i... Pikkiri ma i
Pangalaho mi naung gabe sahit hi
Sarihon salakku tu akka dongan ki
Serep baen rohami
Molo so muba be ho Tumagon ma au dao
Tuttun ma lomom boan ma roham
Manang na huti langitan
Manang masursur doloki Mahiang lauti
Holongki tung so ho nampuna i
Aha pinangidom tung so hea hujua i
Asa tung sonang jala las roham hasian
Alai sude na denggan nahubahen i tu ho
Muruk mu do upani lagukki
CINTA HIAN - TRIO SANTANA
Dang mungkin gabusan ku ho
Dang mungkin be laos oto otoan ku ho
Dang mungkini laos so mungkini
Dang sekejami au hasian
Percaya manang dang percaya ho
Ulahionku ma muse mandok tu ho
Terus terang cinta hian do au
Sayang hian do au tu ho
Unang be sai curigai au unang be sai cemburui au
Kabar na binege mi dang tohoi gosip doi
Nang sap uban simanjujung mi
Tung lam moru haulion mi posroham dilambungki hasian
Cinta ki sai hot do tu ho
Percaya manang dang percaya ho
Ulahionku ma muse mandok tu ho
Terus terang cinta hian do au
Sayang hian do au tu ho
Pos roham dilambungki hasian
Cinta ki sai hot do tu ho
Dang mungkin be laos oto otoan ku ho
Dang mungkini laos so mungkini
Dang sekejami au hasian
Percaya manang dang percaya ho
Ulahionku ma muse mandok tu ho
Terus terang cinta hian do au
Sayang hian do au tu ho
Unang be sai curigai au unang be sai cemburui au
Kabar na binege mi dang tohoi gosip doi
Nang sap uban simanjujung mi
Tung lam moru haulion mi posroham dilambungki hasian
Cinta ki sai hot do tu ho
Percaya manang dang percaya ho
Ulahionku ma muse mandok tu ho
Terus terang cinta hian do au
Sayang hian do au tu ho
Pos roham dilambungki hasian
Cinta ki sai hot do tu ho
SAYANGKU HOLAN TU HO - NIRWANA TRIO
Hu halongi do ho hasianS
Sian bagas ni rohangkon
Huboan do ho ditangiagku
Husimpan buni diate-atehon
Unang curigai au hasian
Unang be sai cemburui au
Posma roham hasianku
Naingkon ho nagabe rongkap hi
Nungga hugorga balga goar mi nang goar hi
Hu uhir denggan dirohangkon
Asa tangkas diboto asa tangkas di ida ho
Soada be na asing hasian
Ho ho...o...
Cintaku holan tu ho
Sayang holan tu ho
Hasianku....
Sian bagas ni rohangkon
Huboan do ho ditangiagku
Husimpan buni diate-atehon
Unang curigai au hasian
Unang be sai cemburui au
Posma roham hasianku
Naingkon ho nagabe rongkap hi
Nungga hugorga balga goar mi nang goar hi
Hu uhir denggan dirohangkon
Asa tangkas diboto asa tangkas di ida ho
Soada be na asing hasian
Ho ho...o...
Cintaku holan tu ho
Sayang holan tu ho
Hasianku....
JANJI KU TU HO - NIRWANA TRIO
Sayang hian do au tuho
Cinta hian do au tuho
Ra diroham ito dang sayang au tu ho
Jujur ma au cinta do au
Sayang do au holong do rohangku tu ho
Molo tung na hurang malo au
Manubut na dirohami unang ma bahen ito
Muruk ni rohami
Anju ma au dihahuranganki boan ma au
Ditangiang mi pos roham
Tangkas do diboto ho
Godang do hahuranganki
Unang ma sai paksa au
Ingkon songon na dirohami..hasian.....
Pos ma roham tu au holong do rohangku tu ho
Marsogot manang haduan
Naloa sonang do ho dilambungki
Janjiku tu ho
Cinta hian do au tuho
Ra diroham ito dang sayang au tu ho
Jujur ma au cinta do au
Sayang do au holong do rohangku tu ho
Molo tung na hurang malo au
Manubut na dirohami unang ma bahen ito
Muruk ni rohami
Anju ma au dihahuranganki boan ma au
Ditangiang mi pos roham
Tangkas do diboto ho
Godang do hahuranganki
Unang ma sai paksa au
Ingkon songon na dirohami..hasian.....
Pos ma roham tu au holong do rohangku tu ho
Marsogot manang haduan
Naloa sonang do ho dilambungki
Janjiku tu ho
DONGANI MA AU - THE BOYS TRIO
Hu holongi ho tudoshon dirikkon
Dang arta manang rupami na huida sian ho
Atik adong hubaen nahurang nasailaon
Anju ma ahu hasian oloan hu do ho
Ajari ma ahu pasonanghon ho
Paloas ma ahu tong-tong raphon ho
Sai jakkon ma ahu dongani ma ahu
Rap hita nadua raphita nadua saleleng di ngolutta
Atik adong hubaen nahurang nasailaon
Anju ma ahu hasian hu oloan hu do ho
Ajari ma ahu pasonanghon ho
Paloas ma ahu tong-tong raphon ho
Sai jakkon ma ahu dongani ma ahu
Rap hita nadua raphita nadua saleleng di ngolutta
Dang arta manang rupami na huida sian ho
Atik adong hubaen nahurang nasailaon
Anju ma ahu hasian oloan hu do ho
Ajari ma ahu pasonanghon ho
Paloas ma ahu tong-tong raphon ho
Sai jakkon ma ahu dongani ma ahu
Rap hita nadua raphita nadua saleleng di ngolutta
Atik adong hubaen nahurang nasailaon
Anju ma ahu hasian hu oloan hu do ho
Ajari ma ahu pasonanghon ho
Paloas ma ahu tong-tong raphon ho
Sai jakkon ma ahu dongani ma ahu
Rap hita nadua raphita nadua saleleng di ngolutta
HOLAN HO - NIRWANA TRIO
Holongki tuho hasian ku
Tung so muba so mose be i
Tung mahiang laut i
Nang magargar doloki
Sai hot doi sasada ho
Tiop ma gomos
Dibagas rohamijanji naung tapudU ni
Asa unang magoposasude sangkap ta i
Pasahathon parbogason tai
Sada hita naduatudolok tu toruan
Lao mamolus parngoluon on
Di hancit nang na sonang
Rap hita manaonmarsianju anjuan hasian
Holan ho sasada ho di rohakki
Tung so muba somose bei
Nangpe laos sahat roujungni ngolukki
Nai tu hodo holong ki da hasian
Tiop ma gomos dibagas rohami
Janji naung tapudun i
Asa unang magopos asude sangkap ta i
Pasahathon parbogason tai
Sada hita naduatudolok tu toruan
Lao mamolus parngoluon on
Di hancit nang na sonang rap hita manaon
Marsianju anjuan hasian holan ho sasada ho di rohakki
Tung so muba somose bei
Nangpe laos sahat rou jungni ngolukki
Sai tu hodo holong ki da hasian
Holan ho sasada ho di rohakki
Tung so muba somose bei
Nangpe laos sahat ro ujungni ngolukki
Sai tu hodo holong ki da hasian
Tung so muba so mose be i
Tung mahiang laut i
Nang magargar doloki
Sai hot doi sasada ho
Tiop ma gomos
Dibagas rohamijanji naung tapudU ni
Asa unang magoposasude sangkap ta i
Pasahathon parbogason tai
Sada hita naduatudolok tu toruan
Lao mamolus parngoluon on
Di hancit nang na sonang
Rap hita manaonmarsianju anjuan hasian
Holan ho sasada ho di rohakki
Tung so muba somose bei
Nangpe laos sahat roujungni ngolukki
Nai tu hodo holong ki da hasian
Tiop ma gomos dibagas rohami
Janji naung tapudun i
Asa unang magopos asude sangkap ta i
Pasahathon parbogason tai
Sada hita naduatudolok tu toruan
Lao mamolus parngoluon on
Di hancit nang na sonang rap hita manaon
Marsianju anjuan hasian holan ho sasada ho di rohakki
Tung so muba somose bei
Nangpe laos sahat rou jungni ngolukki
Sai tu hodo holong ki da hasian
Holan ho sasada ho di rohakki
Tung so muba somose bei
Nangpe laos sahat ro ujungni ngolukki
Sai tu hodo holong ki da hasian
PARUMAEN NI DAINANG - NIRWANA TRIO
Nungga huboan be inang parumaen mi
Siboru tinodo ni rohakkki
Boru ni raja boru na moramora marmaroha
Naung leleng pinaima mi
nagabe sirokkap ni tondikku
Dongan marluga disada solu dingolu-ngolu
Paherbang ma tanganmu ale amang ale inang
Lehon pasu-pasu tu hamion anakkonmon
Anggiat ma dituppak Tuhan i
Marpinoppar jala gabe hami sogot
Parumaen na gabe songon panggatti mi
Lao pature lao paondihon au
Dongan saroha sisada hata disada ngolu
Siboru tinodo ni rohakkki
Boru ni raja boru na moramora marmaroha
Naung leleng pinaima mi
nagabe sirokkap ni tondikku
Dongan marluga disada solu dingolu-ngolu
Paherbang ma tanganmu ale amang ale inang
Lehon pasu-pasu tu hamion anakkonmon
Anggiat ma dituppak Tuhan i
Marpinoppar jala gabe hami sogot
Parumaen na gabe songon panggatti mi
Lao pature lao paondihon au
Dongan saroha sisada hata disada ngolu
MANANGIANGKON AU - PERMATA TRIO
Nunga hudok, tu ho da hasian
Dang na marmeam meam au tuho
Molo so porsea ho tiop ma tangan kon
Molo ganggu roham pajonok ma tuson
Adong mandoktu au dahasian
Nunga adong monopot-nopot ho
Ise do huroa i si doli dongan mi
Patandahon ma tu au sopola muruk au
Dang hudokon ho saut di au
Ai molo rokkkap do naikon saut do hita
Molo tung pe ikon sirang sian ho
Ai unang lupa ho manangiankon auuuuu
Manangiankon auuuuu
Rabu, 19 Agustus 2015
TURUNKAN HARGA SINAMOT
Asal usul sinamot sebenarnya dimulai dari pekerjaan orang suku batak yang dahulu kebanyakan bertani (mangula). Sehingga pada saat wanita dan pria akan menikah, otomatis istri mengikut si suami. Sehingga keluarga si istri merasa pekerjaannya di sawah bertambah karena kurangnya pekerja (maksudnya pekerja keluarga). Disinilah si pria harus memberi ganti si wanita, entah itu wanita atau pria.
Namun cara ini sangat tidak kena pada sasaran, sehingga diganti menjadi istilahnya Gajah Toba (horbo). Berjalannya waktu kemudian digantilah menjadi Sinamot, dan sebelum sinamot berupa uang, Sinamot sangat berat; berapa banyak, kerbau, lembu, uang dan emas. Sesuai keadan si paranak (mempelai pria) maka Sinamot itu lambat laun berubah menjadi uang.Sinamot ini pun sebenarnya sudah menjadi suatu kebanggan bagi kedua belah pihak. Dimana anak borunya (anak perempuannya) dihargai dengan harga tinggi, maka berbahagialah keluarga si perempuan. Begitu juga dari pihak paranak, bisa memberi sinamot banyak maka rasa banggalah yang ia dapatkan. Bahkan terkadang ada pihak lelaki yang membiayai semua pengeluaran pernikahan untuk keluarga si perempuan. Lagian, tak ada rugi sebenarnya jika sinamot besar bagi pihak lelaki, toh mereka nanti akan mendapatkan tumpak (amplop dari tamu-tamu yang datang). Biasanya
tumpak itu akan banyak jumlahnya, khan orang batak banyak berarti tamu pun akan banyak.
Tetapi lepas dari itu seharusnya melihat kondisi pihak lelaki dulu. Karena ada pernikahan yang gagal karena harga sinamot yang ditawarkan pihak lelaki tidak sesuai dengan hati keluarga perempuan. Jika tidak ada dos ni roha, bagaimana caranya sukses pernikahan? Gagallah cerita penentunya.
Zaman sekarang seharusnya yang beraku adalah :
Aek godang, do aek laut ,
Dosniroha do sibaen nasaut.
Zaman sekarang, anak gadis bila sudah memiliki gelar (kuliahan) maka harga sinamotnya akan naik. Itu sich persepsi orang banyak. Makanya bila melihat pernikahan orang batak, mata langsung tertuju pada papan bunga yang ada di acara pernikahannya. Bila si wanita bergelar apalagi sampai S3 maka besar jugalah sinamotnya, jika tamat SMA (mungkin) sinamotnya tidak terlalu banyak. Yah, itu gak mutlak benar juga sich.
Karna ada banyak alasan.Si wanita bergelar tetapi menikah dengan pengangguran, maka bagaimana ceritanya sinamot tinggi? ...Nah, jika kedua belah pihak ada dos ni roha? Lancarlah pernikahan tanpa memikirkan sinamot.
Jadi bagaimana dengan mereka yang kawin lari? Atau mungkin menikah di perantauan tak mengerti adat? Nah, itu dikatakan Mangalua. Jika diartikan secara harfiah maka artinya adalah melepaskan diri. Pernikahan yang terjadi tanpa restu orangtua, atau bisa dikatakan pernikahan yang tidak diadati (mangadati).
Setelah menikah nanti dan memiliki keturunan, pesta pernikahan bisa dimulai lagi. Itulah yang dikatakan Sulang-sulang ni Pahompu atau mangadati, disitu sinamot juga diperhitungkan walau sudah terlambat.
Terlepas dari itu semua, sangat disayangkan jika dua insan yang sudah saling mencintai harus terpisahkan hanya karena sinamot dan ketidak mengalahannya orangtua. Yaaahhh... Tetapi jika beberapa individu memikirkan harga diri mereka diukur dari uang. Apa boleh dibuat? Pasrah saja pernikahan gagal.
Maka bila ada lelaki yang keberatan dengan nominal yang diminta orangtua wanita. Lakukan saja demo. "TURUNKAN HARGA SINAMOT!!!"
sumber : www.kompasiana.com/ulipardede
Namun cara ini sangat tidak kena pada sasaran, sehingga diganti menjadi istilahnya Gajah Toba (horbo). Berjalannya waktu kemudian digantilah menjadi Sinamot, dan sebelum sinamot berupa uang, Sinamot sangat berat; berapa banyak, kerbau, lembu, uang dan emas. Sesuai keadan si paranak (mempelai pria) maka Sinamot itu lambat laun berubah menjadi uang.Sinamot ini pun sebenarnya sudah menjadi suatu kebanggan bagi kedua belah pihak. Dimana anak borunya (anak perempuannya) dihargai dengan harga tinggi, maka berbahagialah keluarga si perempuan. Begitu juga dari pihak paranak, bisa memberi sinamot banyak maka rasa banggalah yang ia dapatkan. Bahkan terkadang ada pihak lelaki yang membiayai semua pengeluaran pernikahan untuk keluarga si perempuan. Lagian, tak ada rugi sebenarnya jika sinamot besar bagi pihak lelaki, toh mereka nanti akan mendapatkan tumpak (amplop dari tamu-tamu yang datang). Biasanya
tumpak itu akan banyak jumlahnya, khan orang batak banyak berarti tamu pun akan banyak.
Tetapi lepas dari itu seharusnya melihat kondisi pihak lelaki dulu. Karena ada pernikahan yang gagal karena harga sinamot yang ditawarkan pihak lelaki tidak sesuai dengan hati keluarga perempuan. Jika tidak ada dos ni roha, bagaimana caranya sukses pernikahan? Gagallah cerita penentunya.
Zaman sekarang seharusnya yang beraku adalah :
Aek godang, do aek laut ,
Dosniroha do sibaen nasaut.
Zaman sekarang, anak gadis bila sudah memiliki gelar (kuliahan) maka harga sinamotnya akan naik. Itu sich persepsi orang banyak. Makanya bila melihat pernikahan orang batak, mata langsung tertuju pada papan bunga yang ada di acara pernikahannya. Bila si wanita bergelar apalagi sampai S3 maka besar jugalah sinamotnya, jika tamat SMA (mungkin) sinamotnya tidak terlalu banyak. Yah, itu gak mutlak benar juga sich.
Karna ada banyak alasan.Si wanita bergelar tetapi menikah dengan pengangguran, maka bagaimana ceritanya sinamot tinggi? ...Nah, jika kedua belah pihak ada dos ni roha? Lancarlah pernikahan tanpa memikirkan sinamot.
Jadi bagaimana dengan mereka yang kawin lari? Atau mungkin menikah di perantauan tak mengerti adat? Nah, itu dikatakan Mangalua. Jika diartikan secara harfiah maka artinya adalah melepaskan diri. Pernikahan yang terjadi tanpa restu orangtua, atau bisa dikatakan pernikahan yang tidak diadati (mangadati).
Setelah menikah nanti dan memiliki keturunan, pesta pernikahan bisa dimulai lagi. Itulah yang dikatakan Sulang-sulang ni Pahompu atau mangadati, disitu sinamot juga diperhitungkan walau sudah terlambat.
Terlepas dari itu semua, sangat disayangkan jika dua insan yang sudah saling mencintai harus terpisahkan hanya karena sinamot dan ketidak mengalahannya orangtua. Yaaahhh... Tetapi jika beberapa individu memikirkan harga diri mereka diukur dari uang. Apa boleh dibuat? Pasrah saja pernikahan gagal.
Maka bila ada lelaki yang keberatan dengan nominal yang diminta orangtua wanita. Lakukan saja demo. "TURUNKAN HARGA SINAMOT!!!"
sumber : www.kompasiana.com/ulipardede
UPPASA MARHATA SINAMOT
Sinamot adalah Tuhor ni Boru Yang Arti dan Maksudnya adalah Uang untuk Pembelian Perempuan Batak dari Orang Tua Laki-laki yang di berikan kepada Orang Tua pemilik Anak Perempuan.
Acara Pemberian Sinamot ini sudah ada Sejak Zaman dahulu kala yang diwariskan Nenek Moyang Suku Batak dan di Lestarikan sampai Zaman sekarang.
Adapun Tingkat Pemberian Uang yang diberikan kepada Orang Tua Pemilik Anak Perempuan ini bervariasi,Tergantung kemampuan Orang Tua dari si Laki-laki.
Sebelum memberikan Uang Sinamot ada Proses Negosiasi yang dilakukan Keluarga dari Laki-laki kepada Keluarga si Perempuan yang Tujuannya untuk mencapai 1 kesepakatan yang Adil untuk keduanya,Walaupun Tingkat Uang Pemberian Sinamot ini ditentukan oleh Orang Tua dari si
Perempuan Tapi Hak dari Orang Tua atau Keluarga si Laki-laki untuk melakukan Penawaran jika Tuntutan Tingkat Uang Sinamot yang ditetapkan terlalu Tinggi atau tidak sesuai dengan kemampuan Orang Tua atau Keluarga si Laki-laki,Proses ini akan Panjang jika tidak menemukan kesepakatan dari kedua belah pihak.Jika Sinamot telah menemukan kesepakatan,maka proses akan berlanjut ke pencarian Tanggal penentuan Hari Pernikahan.
Berikut beberapa uppasa yang sering diucapkan di acara Marhata sinamot
Dari Pihak Laki-Laki (Paranak)
Sititi ma sihompa, golanggolang pangarhutna
Tung so sadia pe i nuang na hupatupa hami i , sai godang ma pnasuna
Ampaga dolok, tu ampaga ni Humbang
Ba hita do marsogot, laos hita do nang haduan
Pitu ninna lilina, paualu jugianna
Nauli do ninna nipina, ai dijangkon borumuna do ibana
Tinapu bulung siarum, bahen uram ni porapora
Na hansit gabe malum, molo dapot sinangkap ni roha
Sai tu ginjang ninna porda, sai tu toru do pambararan
Sai naeng mamora ninna rohana hape ingkon pogos do ninna sibaran
Madekden ansosoit tongon tu tarumbara
Unang dok hamu hami parholit, seilehonon do soada
Madabu ansosoit tu toru ni pansapansa
So tung didok hamu hami na tois, hapogoson do na mamaksa
Mangula ma pangula di rura Pangaloan
Molo mangido hulahula, dae do so oloon
Sambil na tartondong, dapotsa papaluan
Asa denggan martondong, unang masipamaluan
Lubuk Siguragura, denggan do panjalaan
molo sai mangigil hulahula, olat ni na boi ba tinambaan
Dolok ni Pangoloan, hutubuan ni hau toras
Halak na masipaololoan, i do na saut horas
Dari Pihak Perempuan (Parboru)
Dia ma nuaeng langkatna, dia ma unokna
Dia ma hatana, dia nidokna
Bona ni Aeak Puli dolok ni Sitapongan
Sai tubu ma di hamu angka na uli, jala sai lam tamba mapansamotan
Ranting ni bulu duri jait masijaotan
Siangkup ni hata na uli, dia ma nuang sitaringotan
Ndang tuktuhon batu, dakdahan simbora
Ndang tuturan datu, ajaran na marroha
Pat ni gaja do tu pat ni hora
Anak ni raja do hamu, pahompu ni namora
Pitu lilinami, paulu jugiannami
Na uli do nipinami, ai gohanmuna ma hajutnami
Barita ni Lampedang mardangka bulung bira
Barita ni hamoraonmu tarbege do ra di dia
Anak ni raja do hamu, pinompar ni na mora
Molo manambai hamu, ba naeng ma umpola
Sapala na mardalani, unang holan sahat tu Sigalangan
Sapala na manambai, ba unang ma diparalangalangan
Aek godang, aek laut
Dos ni roha do sibahen na saut
Sihingkit sinalenggam
Ba sai tapauneune, asa dapot na dumenggan
Nung disi talina, disi rompuna
Nunga disi daina, disi holpuna
Umpasa dari Tulang ni Boru (Marhata Sigabegabe), biasanya umpasa ini diucapkan di akhir acara
Sisada urdot ma hamu, sisada tortoran
Sisada tahi ma hamu sisada oloan
Ansimun sisada holbung tu pege na sangkarimpang
Rap manimbung ma hamu ia tu toru, rap mangangkat ia tu ginjang
Urat ni nangkat ma tu urat ni hotang
Ba tusi hami mangalangka, ba sai disi ma hamu dapotan
Tubu simartagan di julu ni tapian
Sai horas hamu di pardalan jala sai tiur ma nang akka pansarian
Sabtu, 15 Agustus 2015
PARUHUMAN (Karya Sastra Batak)
- Dang tarbahen sasabi manaba hau, dang tarbahen tangke mangarambas.
- Timbang ma daon ni natutu, gana daon ni torpa (daho).
- Tiris ni hudon tu toru, tiris ni solu do tu ginjang.
- Naolo manutung-nutung, naolo mangan sirabun, naolo manangko naolo mangan sirabun.
- Disi pege mago disi manutu-nutu.
- Disi banggik maneak disi asu martunggu
- Ndang bolas manaputi ia soadong bulung, dang bolas mangarahuti ia soadong tali.
- Andalu sangkotan ni bonang. (manggarar ma natalu, siadapari gogo.)
- Sisoli-soli uhum, siadapari gogo.
- Dongan sotarhilala, musu sohabiaran.
- Asa sibarung doho si bontar andora, tung taranggukkon ho so binoto lapang ni gora.
- Tu ginjang manjalahi na rumun tu toru manjalahi na tumandol.
- Tinallik hodong bahen hait-hait ni palia, tagonan na martondong, sian na marsada ina.
- Buruk-buruk ni saong tu aos-aos ni ansuan, molo gabe taon ingkon olo manggarar utang.
- Seak-seak borhu madabu tu bonana, tanda ni anak, patureon ni amana.
- Si idupan do nauli, si saemon do nahurang.
- Ndang suhat be nunga bira, ndang tuhas be nungnga tarida.
- Molo adong unsimmu, dada gaol mu mardo, ai molo adong panuhormu, ndada ho pandobo.
- Rompu tuju, si dua gumo, molo so malo pangulu dapotan duri.
- Rompu tuju, sidua gumo, molo malo pangulu dapotan uli.
- Siuangkap batang buruk, sibarbar na niampolas.
- Sada umpaka hite, luhut halak marhitehonsa.
- Lulu anak, lulu tano, lulu boru, lulu harajaon.
- Simbar dolok sitingko ulu balang, boi tu hasundutan boi tu habinsaran.
UMPAMA PANIGATI (Karya Sastra Batak)
- Nabingkas do botik gaja dibahen botik aili, bingkas si alali dibahen sipinggiri.
- Nidanggurhon jarum tu napot-pot ndang di ida mata alai diida roha.
- Dirobean pinggol tubu di nahornop pangidai jorbing anak ni mata natingkos na ni idana.
- Madung-dung bulu godang tu dangka ni bulu suraton, marunung-unung namaroha molo adong uli buaton.
- Diihurpas batu tarida oma, molo adong tuhas uasi (gana) alona.
- Binarbar bagot tarida pangkona, nungnga tangkas dapot dihaol tinangkona.
- Manuk-manuk hulabu ompan-ompan ni soru, dang pangalangkup jolmai molo di patudu parboru.
- Dapot do imbo dibahen suarana, tarida ursa dibahen bogasna.
- Sada sanggar rik-rik, padua sanggar lahi, donganna mar mihim-mihim, jala donganna martahi-tahi.
- Binarbar rikrik tarida pangko, dos do utang ni parmitmit utang panakko.
- Aus nabegu adang namalo.
- Manunjang dibalatuk, marboa di tapian.
- Nungnga tardege pinggol ni dalan.
- Masuak sanggar mapopo hadudu.
- Parraut si etek-etek.
- Marsanggar-sanggar.
- Nirimpu soban hape do bulu, nirippu dongan hape musu.
- Sibalik sumpa sipatundal ni begu.
- Marbuni-buni tusa di panjaruman. (marbuni hata ditolonan)
- Disarat hodongna mangihut lambena, sae gorana, lea rohana di pandena.
- Disuru manaek ditaba di toru.
- Sarung banua, monsak humaliang bogas, tata natinutungan, marimbulu natinanggoan.
- Marurat ni langgumgum, marparbue di pandoran, patampak-tampak hundul pulik-pulik hata ni dohan.
UMPAMA APUL-APUL (Karya Sastra Batak)
- Bagot namadung-dung tu pilo-pilo marajar, tading ma nalungun roma na jagar.
- Porda marungrung mulakma tu songkirna, Horbo manurun mulakna tu barana, hot ma doal di sangkena, pinggan di rangkena.
- Amani bogot bagit, amani bagot so balbalon, lungun pe nasai laonna i, tuhirasna tu joloan ni arion.
- Sitorop ma bonana sitoropma nang rantingna, ia torop hahana toropma nang anggina.
- Sitorop ma bonana sitoropma nang rantingna, torop ma natoropi tu toropma nasopiga.
- Mangordang di juma tur, manabur di hauma saba, hea do mauli bulung nang pe anak sasada.
- Malos ingkau rata riang-riang pinatapu-tapu, molo manumpak Debata di ginjang naung tungil olo jadi napu.
- Naung pardambirbiran, gabe pardantaboan, jolma naung hagigian gabe jadi sihalomoan.
- Loja siborok manjalahi guluan, sai mutu do rohani jolma manjalahi hangoluan.
- Sai tiurma songon ari, sai rondangma songon bulan, sai dapot najinalahan tarida naniluluan.
- Sinepnep mauruk-uruk silanian ma aek toba, nametmet unang marungut-ungut namagodang unang hansit rohana.
- Magodang ma aek godang di juluan ni aek raisan, mandao ma ianggo holso sai roma parsaulian.
- Niraprap hodong, tinapu salaon, sinok do mata modom, musu unang adong be si jagaon.
- Sai tutonggina ma songon tobu, tu assimna songon sira, magodang ma naumetek sai mangomo partiga-tiga.
- Sirambe nagodang ma tu sirambe anak-anak, gok ma sopo nabolon maruli sopo si anak-anak.
- Pahibul-hibul tiang patingko-tigko galapang, pamok-mok namarniang pabolon-bolon pamatang.
UMPAMA PINSANG-PINSANG (Karya Sastra Batak)
- Siguris lapang ni begu.
- Sipansur ni aek nilatong.
- Sipultak pura-pura siusehon pargotaan.
- Siallang indahan ni begu.
- Siallang sian toru ni rere.
- Dompak sarupa jolma tundal sarupa begu.
- Binarbar simartolu langkop ni panutuan.
- Situlluk namardai, sidilati panutuan.
- Partiang latong, hau joring parira, partangkula nabara. (Panirisanna pe malala bagasna pe malala.)
- Sidegehon papan namungkal, sitangkup ihurni hoda pudi.
- Sitahopi api songon ulok dari.
- Sitortori na so gondangna.
- Sihohari ranggiting.
- Bintatar pandidingan, simartolu parhongkomna, sidok hata hagigihan soada hinongkopna.
- Sirotahi pangananna.
- Poring sitorban dolok, manuk sisudahon.
- Sisopsop rentengna.
- Sibondut ranggas nagaung-gaung.
- Silompa lali nahabang.
- Sialap manaruhon.
- Sibola hau tindang, sipadugu horbo sabara.
- Sipatubi-tubi manuk, pasalpu-salpu onan.
- Sitangko bindana.
- Sipadomu pardebataan tu parsombaonan.
- Siaji pinagaranna.
- Soban bulu, dongan musu.
- Partungkot mundi-mundi, parsoban hau halak, parroha sibuni-buni pa ago-ago halak.
- Siuntei naigar, siasomi na asom, sisirai na ansim.
- Tongka dua pungga saparihotan.
- Gala-gala naso botohon, muruk pe iba adong do hata nasoboi dohonon.
SALIK (Karya Sastra Batak)
SALIK adalah pantun yang bertujuan untuk mengutuk seseorang atau sumpah serapah.
- Ndang taruba babi so mangallang halto.
- Holi-holi sangkalia, tading nanioli dibahen nahinabia.
- Jinama tus-tus tiniop pargolangan, tuk dohonon ni munsung dang tuk gamuon ni tangan.
- Balik toho songon durung ni Pangururan, sianpudi pe toho asal haroro ni uang.
- Sanggar rikrik angkup ni sanggar lahi, dongan marmihim jala donganna martahi-tahi.
- Otik pe bau joring godang pe bau palia.
- Tinompa ni pinggan paung, molo domu songon namaung-aung, ia dung sirang songon naginaung-gaung.
- Madungdung bulung godang tu dangka ni bulu suraton, marunung namarroha molo adong uli buaton.
- Partungkot mundi-mundi, parsoban hau halak, Parroha sibuni-buni pa ago-ago halak.
- Ia arian martali-tali nabontar, ia borngin martali-tali narara. (ia dompak sarupa jolma ia tundal sarupa begu.)
- Sampilpil di pudina haramonting di jolona, sude halak magigi dibahen pangalahona.
- Tanduk ni lombu tanduk ni lombu silepe, molo monang marjuji sude sidok lae ia talu sude mambursik be.
- Najumpang gabe natinangko molo so malo, natinangko gabe najumpang molo malo.
- Taos rampe ni hajut, ditunjang ampapaluan, mate parjuji talu ndang adong ni andungan, andungan i annon sotung ro utang taguhan, soandungan i anon dang diboto dongan salumban.
Kamis, 13 Agustus 2015
ELAT, LATE, TEAL, HOSOM
Ada 4 (tiga) sikap, sifat dan perilaku yang digaris bawahi oleh Leluhur Batak untuk dihindari, yaitu elat, late, teal, hosom. Tiga diantaranya dalam "istilah" ini terdiri dari empat abjad sama yang susunannya dibolak balik.
Berikut pengertian dari keempat kata tersebut :
1. Elat adalah memendam perasaan: iri, cemburu yang negatif.
2. Late adalah merupakan iri dengki dan cemburu yang disertai niat dan perbuatan negatif. Late disertai upaya-upaya untuk merusak dan menghancurkan pihak yang dicemburui atau didengkii.
3. Teal adalah merupakan perilaku munafik (tidak sesuai keadaan, berbeda antara ucapan dan perilaku). Jika dikatakan pateal-tealhon artinya berbuat seolah-olah besar tetapi tidak ada apa-apanya. Misalnya: meninggikan diri, berlagak orang kaya tetapi keadaan sebenarnya berbeda jauh. Teal bisa timbul karena elat, perasaan ingin atau lebih dari orang lain. Elat yang tidak terkendali menjadi late.
4. Hosom adalah merupakan rasa dendam, dan kebencian.Hosom ini terjadi dilatarbelakangi oleh salah satu atau lebih ketiga sikap tersebut.
Berikut pengertian dari keempat kata tersebut :
1. Elat adalah memendam perasaan: iri, cemburu yang negatif.
2. Late adalah merupakan iri dengki dan cemburu yang disertai niat dan perbuatan negatif. Late disertai upaya-upaya untuk merusak dan menghancurkan pihak yang dicemburui atau didengkii.
3. Teal adalah merupakan perilaku munafik (tidak sesuai keadaan, berbeda antara ucapan dan perilaku). Jika dikatakan pateal-tealhon artinya berbuat seolah-olah besar tetapi tidak ada apa-apanya. Misalnya: meninggikan diri, berlagak orang kaya tetapi keadaan sebenarnya berbeda jauh. Teal bisa timbul karena elat, perasaan ingin atau lebih dari orang lain. Elat yang tidak terkendali menjadi late.
4. Hosom adalah merupakan rasa dendam, dan kebencian.Hosom ini terjadi dilatarbelakangi oleh salah satu atau lebih ketiga sikap tersebut.
PUNGUAN BATAK DAN FUNGSINYA
Suku Batak adalah salah satu diantara beberapa suku yang memiliki persaudaraan dan solidaritas yang sangat tinggi dan kuat. Sudah hal biasa kita temukan, diamana ada suku Batak maka disitu pasti ada punguan Batak. Coba kita lihat di beberapa daerah yang nota bene bukan tanah kelahiran suku batak, justru disitu tumbuh subur berbagai punguan Batak yang biasanya menjadi wadah untuk berkumpulnya orang-orang Batak. Terbentuknya punguan ini didasarkan oleh rasa kebersamaan baik sesama orang Batak yang memiliki hubungan kekerabatan, marga, asal-usul atau juga hanya didasari oleh oleh ikatan emosional sesama orang Batak. Punguan ini biasanya kita jumpai di masayarakat yang masih berada di bonapasogit (daerah yang didiami orang Batak) maupun masyarakat Batak yang sudah meninggalkan kampung halamannya (perantauan).
Berikut akan kita telaah lebih dalam tentang latarbelakang dan faktor-faktor yang menyebabkan masayarakat Batak merasa akan pentingnya akan sebuah punguan itu.
Di tengah kehidupan kota yang sangat majemuk dan rumit, moderen dan mengglobal, penuh persaingan yang sangat keras dan mematikan, seperti metropolitan Jakarta ini rupanya banyak orang (termasuk yang berasal dari Batak) merasa terasing dan gamang. Karena itu mencari kembali habitat atau lingkungan asal dimana dia merasa “aman”, “tenteram” dan “damai” dan itu adalah persekutuan keluarga, marga, suku dan juga agama (atau campuran semuanya). Apalagi jika dia merasa sangat lemah, tak berdaya dan tersingkirkan.
Sebab itu tidak heran jika Punguan Batak sama seperti persekutuan-persekutuan keluarga asal suku lain justru sangat berkembang di jaman yang sebenarnya sudah sangat maju dan moderen ini. Menurut saja itu adalah sesuatu yang sangat logis dan manusiawi. Kehidupan kota moderen bagaikan rimba atau samudera tak bertepi dan sebagian besar orang tidak tahan berada di rimba raya atau samudera luas tak bertepi itu seorang diri, dan selalu rindu kembali ke kampung halaman atau keluarga besarnya, tempat paling aman bagi jiwanya. Punguan marga, kampung asal, trah atau keturunan dari satu kakek-nenek moyang, mungkin di bawah sadar dipandang sebagai comfort zone itu.Sebab itu fungsi pertama punguan-punguan Batak adalah tempat bernostalgia atau reuni. Yang paling merindukan dan membutuhkannya tentu orang-orang yang pada masa kecil atau remajanya memang pernah bersama-sama di kampung. Dengan berjumpa kembali dengan kerabat dan sahabat masa kecil tentu hati kita merasa aman dan senang, walau hanya sejenak. Minimal dapat melupakan keras dan beratnya masalah kehidupan masa kini, apalagi jika memang di situ kita menemukan teman-teman yang bisa menjadi tempat curhat.
Berhubungan dengan itu, fungsi punguan-punguan Batak ini adalah untuk memelihara identitas dan akar budaya. Tidak bisa dipungkiri di kota yang sangat besar dan majemuk serta moderen seperti Jakarta orang bisa merasa kehilangan identitasnya. Dengan secara rutin mengunjungi-dikunjungi oleh para saudara dan kerabatnya, bertutur kembali dalam bahasa ibu, menikmati makanan khas suku, melakukan kebiasaan-kebiasaan adat, maka orang-orang Batak kota ini merasa identitasnya tetap terpelihara. Selanjutnya juga merasa tetap mempunyai akar budaya agar tidak tumbang atau rubuh di tengah kehidupan moderen ini.
Fungsi lain dari punguan-punguan Batak ini tentu meneguhkan kebersamaan. Tantangan kehidupan moderen sangat berat dan orang merasa tidak sanggup menghadapinya seorang diri. Kita benar-benar membutuhkan dukungan moral dan spiritual dari keluarga dan saudara. Pada akhirnya keluarga dan saudara inilah yang selalu tersedia bagi kita saat kita susah atau membutuhkan orang lain hadir.
Masih ada lagi punguan-punguan Batak ini bisa menjadi tempat hiburan atau rekreasi yang murah. Jika kita harus pergi ke mal atau tempat rekreasi tentu biayanya sangat mahal, namun dengan mengunjungi saudara tidak perlu biaya kecuali ongkos.
Namun tidak bisa dipungkiri bahwa punguan-punguan Batak ini juga bisa menjadi faktor negatif atau merugikan jika kita tidak mengkritisinya. Yaitu: bila punguan itu dijadikan hanya sekadar tempat pelarian yang membuat kita semakin menjauh dari realitas dan menciptakan sebuah dunia artifisial. Alih-alih mendorong anggotanya berjuang dan membekalinya menghadapi realitas kehidupan punguan itu malah bisa tanpa sadar menjadi semacam obat penenang dosis tinggi. Masalah tidak dipecahkan namun hanya dialihkan dan coba dilupakan (walau pasti tidak pernah bisa berhasil). Apalagi jika aktifitas punguan itu hanya makan-makan dan ketawa-ketawa belaka, atau hanya sibuk dengan urusan masa silam, tanpa pernah serius menggumuli kehidupan kekinian dan masa depan anggotanya. Bagi yang memiliki finansial kuat tentu tidak terlalu masalah, namun bagaimana dengan yang hidup pas-pasan dan susah? Lebih berbahaya lagi jika dalam punguan itu dibiasakan bermain kartu sampai malam atau pagi dengan dalih “menghilangkan stress” atau “sekedar bersenang-senang bersama saudara”.Sebab itu menurut punguan-punguan kekerabatan Batak seharusnya diarahkan sebagai daya penggerak ke masa depan. Yang paling penting bukanlah masa lalu yang indah, tetapi masa depan yang pasti dan cemerlang. Masa lalu yang paling menyakit sekali pun tidak masalah, jika kita memiliki harapan yang kuat akan masa depan. Sebab itu kita harus memakai punguan itu sebagai kesempatan menyatukan doa, tekad dan keyakinan untuk melangkah ke masa depan.
Kebersamaan pada jaman kita kini tidak boleh hanya kebersamaan dalam ritus-ritus domestik (seremoni di sekitar kelahiran, perkawinan, kematian), tetapi harus dikembalikan seperti pada masa leluhur kita: gotong royong atau siadapari secara ekonomi. Mungkin ditambah: pengetahuan dan informasi. Leluhur kita
tidak hanya bersama-sama saat pesta tetapi terutama bekerjasama membuka hutan, membangun rumah, mengerjakan sawah, berperang dan lain-lain. Namun kini kebersamaan itu telah mengalami reduksi yang sangat parah sehingga tinggal hanya dalam seremoni, itu pun seringkali yang sangat konsumtif dan artifisial (semu) sifatnya. Jika punguan-punguan Batak dapat kita arahkan kembali sebagai kekuatan ekonomi, pengetahuan dan pendidikan, serta informasi saya pikir maknanya akan sangat tinggi. Apalagi bila diarahkan untuk membentuk karakter Batak yaitu: jujur, setia, kerja keras, santun dan hormat, serta egalite.
Sumber: Pdt Daniel Taruli Asi Harahap (http://rumametmet.com).
Berikut akan kita telaah lebih dalam tentang latarbelakang dan faktor-faktor yang menyebabkan masayarakat Batak merasa akan pentingnya akan sebuah punguan itu.
Di tengah kehidupan kota yang sangat majemuk dan rumit, moderen dan mengglobal, penuh persaingan yang sangat keras dan mematikan, seperti metropolitan Jakarta ini rupanya banyak orang (termasuk yang berasal dari Batak) merasa terasing dan gamang. Karena itu mencari kembali habitat atau lingkungan asal dimana dia merasa “aman”, “tenteram” dan “damai” dan itu adalah persekutuan keluarga, marga, suku dan juga agama (atau campuran semuanya). Apalagi jika dia merasa sangat lemah, tak berdaya dan tersingkirkan.
Sebab itu tidak heran jika Punguan Batak sama seperti persekutuan-persekutuan keluarga asal suku lain justru sangat berkembang di jaman yang sebenarnya sudah sangat maju dan moderen ini. Menurut saja itu adalah sesuatu yang sangat logis dan manusiawi. Kehidupan kota moderen bagaikan rimba atau samudera tak bertepi dan sebagian besar orang tidak tahan berada di rimba raya atau samudera luas tak bertepi itu seorang diri, dan selalu rindu kembali ke kampung halaman atau keluarga besarnya, tempat paling aman bagi jiwanya. Punguan marga, kampung asal, trah atau keturunan dari satu kakek-nenek moyang, mungkin di bawah sadar dipandang sebagai comfort zone itu.Sebab itu fungsi pertama punguan-punguan Batak adalah tempat bernostalgia atau reuni. Yang paling merindukan dan membutuhkannya tentu orang-orang yang pada masa kecil atau remajanya memang pernah bersama-sama di kampung. Dengan berjumpa kembali dengan kerabat dan sahabat masa kecil tentu hati kita merasa aman dan senang, walau hanya sejenak. Minimal dapat melupakan keras dan beratnya masalah kehidupan masa kini, apalagi jika memang di situ kita menemukan teman-teman yang bisa menjadi tempat curhat.
Berhubungan dengan itu, fungsi punguan-punguan Batak ini adalah untuk memelihara identitas dan akar budaya. Tidak bisa dipungkiri di kota yang sangat besar dan majemuk serta moderen seperti Jakarta orang bisa merasa kehilangan identitasnya. Dengan secara rutin mengunjungi-dikunjungi oleh para saudara dan kerabatnya, bertutur kembali dalam bahasa ibu, menikmati makanan khas suku, melakukan kebiasaan-kebiasaan adat, maka orang-orang Batak kota ini merasa identitasnya tetap terpelihara. Selanjutnya juga merasa tetap mempunyai akar budaya agar tidak tumbang atau rubuh di tengah kehidupan moderen ini.
Fungsi lain dari punguan-punguan Batak ini tentu meneguhkan kebersamaan. Tantangan kehidupan moderen sangat berat dan orang merasa tidak sanggup menghadapinya seorang diri. Kita benar-benar membutuhkan dukungan moral dan spiritual dari keluarga dan saudara. Pada akhirnya keluarga dan saudara inilah yang selalu tersedia bagi kita saat kita susah atau membutuhkan orang lain hadir.
Masih ada lagi punguan-punguan Batak ini bisa menjadi tempat hiburan atau rekreasi yang murah. Jika kita harus pergi ke mal atau tempat rekreasi tentu biayanya sangat mahal, namun dengan mengunjungi saudara tidak perlu biaya kecuali ongkos.
Namun tidak bisa dipungkiri bahwa punguan-punguan Batak ini juga bisa menjadi faktor negatif atau merugikan jika kita tidak mengkritisinya. Yaitu: bila punguan itu dijadikan hanya sekadar tempat pelarian yang membuat kita semakin menjauh dari realitas dan menciptakan sebuah dunia artifisial. Alih-alih mendorong anggotanya berjuang dan membekalinya menghadapi realitas kehidupan punguan itu malah bisa tanpa sadar menjadi semacam obat penenang dosis tinggi. Masalah tidak dipecahkan namun hanya dialihkan dan coba dilupakan (walau pasti tidak pernah bisa berhasil). Apalagi jika aktifitas punguan itu hanya makan-makan dan ketawa-ketawa belaka, atau hanya sibuk dengan urusan masa silam, tanpa pernah serius menggumuli kehidupan kekinian dan masa depan anggotanya. Bagi yang memiliki finansial kuat tentu tidak terlalu masalah, namun bagaimana dengan yang hidup pas-pasan dan susah? Lebih berbahaya lagi jika dalam punguan itu dibiasakan bermain kartu sampai malam atau pagi dengan dalih “menghilangkan stress” atau “sekedar bersenang-senang bersama saudara”.Sebab itu menurut punguan-punguan kekerabatan Batak seharusnya diarahkan sebagai daya penggerak ke masa depan. Yang paling penting bukanlah masa lalu yang indah, tetapi masa depan yang pasti dan cemerlang. Masa lalu yang paling menyakit sekali pun tidak masalah, jika kita memiliki harapan yang kuat akan masa depan. Sebab itu kita harus memakai punguan itu sebagai kesempatan menyatukan doa, tekad dan keyakinan untuk melangkah ke masa depan.
Kebersamaan pada jaman kita kini tidak boleh hanya kebersamaan dalam ritus-ritus domestik (seremoni di sekitar kelahiran, perkawinan, kematian), tetapi harus dikembalikan seperti pada masa leluhur kita: gotong royong atau siadapari secara ekonomi. Mungkin ditambah: pengetahuan dan informasi. Leluhur kita
tidak hanya bersama-sama saat pesta tetapi terutama bekerjasama membuka hutan, membangun rumah, mengerjakan sawah, berperang dan lain-lain. Namun kini kebersamaan itu telah mengalami reduksi yang sangat parah sehingga tinggal hanya dalam seremoni, itu pun seringkali yang sangat konsumtif dan artifisial (semu) sifatnya. Jika punguan-punguan Batak dapat kita arahkan kembali sebagai kekuatan ekonomi, pengetahuan dan pendidikan, serta informasi saya pikir maknanya akan sangat tinggi. Apalagi bila diarahkan untuk membentuk karakter Batak yaitu: jujur, setia, kerja keras, santun dan hormat, serta egalite.
Senin, 10 Agustus 2015
ANAK NI RAJA DAN BORU NI RAJA DALAM MASYARAKAT BATAK
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), raja artinya adalah "penguasa tertinggi pada suatu kerajaan (biasanya diperoleh sebagai warisan); orang yang mengepalai dan memerintah suatu bangsa atau negara: negara kerajaan diperintah oleh seorang raja".Berangkat dari pengertian di atas sangat jelas bahwa raja merupakan pimpinan tertinggi dan harus dihormati. Selain mempunyai kedudukan yang tinggi, raja juga harus dihormati dan mempunyai tempat khusus dalam suatu acara apapun itu yang melibatkan raja, apalagi acara upacara seremonial. Negara-negara kerajaan seperti Inggris dan Malaysia, adalah contoh nyata bagaimana raja diberlakukan begitu istimewa.
Dalam konteks turunan kerajaan, sering kita baca atau dengar dengan sebutan "darah biru atau keturunan ningrat". Ini kembali menegaskan bahwa posisi raja benar-benar harus diperhitungkan dan dihormati. Raja juga memiliki tahta atau singgasana dimana ia bisa memerintah rakyatnya dari tahta dimana ia berada. Inilah kehebatan raja yang menjadi super power bagi orang-orang di sekelilingnya, bagi rakyat yang ia pimpin. Hal di atas merupakan gambaran bagaimana pengertian raja dan kedudukanya dalam bermasyarakat.
Bagi suku Batak, kata raja masih sangat melekat dalam pembahasan bahasa sehari-hari. Kata raja bahkan melekat pada setiap putra/putri suku Batak. Mengapa saya katakan demikian?
Bukan karena kata raja itu ditempel dengan lem bagi putra/putri tersebut. Maksudnya adalah, dalam kehidupan sehari-hari, suku Batak yang laki-laki dikatakan sebagai "anak ni raja" (anak laki-lakinya raja) dan perempuan "boru ni raja" (anak perempuanya raja).
Jika di awal pembahasan dikatakan raja merupakan penguasa, sebenarnya dalam konteks suku Batak pengertian itu tidak begitu jauh berbeda. Yang dimaksud dengan "anak ni raja dohot boru ni raja" adalah supaya dihormati atau dihargai. Kalau kita mau melihat sejarah bahwa dalam suku Batak dikenal sistem kerajaan. Maka pernah pula kita dengar/baca Raja Batak. Maka suku Batak saat ini menyatakan keturunannya adalah keturuan raja, sehingga muncullah istilah "anak ni raja dohot boru ni raja".
Namun, pengertian raja dalam sebutan bagi suku Batak bukanlah sebagai pemegang tahta kerjaan seperti makna kerajaan pada umumnya yang kita ketahui. Sekali lagi, bagi suku Batak, kata ini menjadi penting sebagai identitas dan menyatakan bahwa baik laki-laki maupun perempuan suku Batak mempunyai harga diri. Artinya tidak bisa diremehkan oleh siapapun. Untuk itu, menjadi penting bagi suku Batak menyatakan bahwa kami adalah anak ni raja, bahwa kami adalah boru ni raja. Semuanya itu tidak lain adalah menyatakan betapa berharganya manusia sebagai ciptaan Tuhan.
Di dalam acara pesta paradaton (pesta adat-red) bagi suku Batak kedudukan raja masih berlaku. Hula-hula (Tulang)-lah yang berkedudukan sebagai raja. Tulang adalah saudara laki-laki dari ibu. Dalam porsinya sebagai raja, posisi Tulang sangat penting dalam acara adat suku Batak.Sedangkan pihak yang mengadakan pesta disebut sebagai hasuhuton (pihak penyelenggara adat/yang berpesta). Sementara boru (saudara perempuan dari hasuhuton) berperan sebagai parhobas (pelayan pesta).Nah, kalau dalam konteks di atas, berarti posisi raja melihat bagaimana kondisi atau situasi paradaton. Kalau dalam kondisi ini sangat jelas siapa yang berkedudukan sebagai raja, yakni hula-hula atau tulang. Dan perlu juga dicatat bahwa, setiap orang dalam pesta paradaton suku Batak semua merasakan sebagai hula-hula (raja), hasuhuton, dan boru yang berperan sebagai parhobas. Sehingga tidak mutlak kedudukan sebagai raja atau raja dalam pengertian seperti ini tidak permananen.
Dari penjelasan pengertian siapa yang disebut dengan raja sesuai pendangan umum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bahwa raja adalah pemimpin tertinggi. Dan kemudian dalam pengertian suku Batak seperti pada penjelasan melihat posisi dimana peranya dalam acara paradaton. Jadi semuanya bisa berperan sebagai raja.
Jadi dari pengertian anak ni raja dohot boru ni raja bagi suku Batak adalah menyatakan kesamaan derajat. Memang kalau dipikir-pikir terkesan ada kesombongan bagi suku Batak yang menyatakan sebagai raja. Namun, harus kita mengerti dari sudut pandang berpikir pendahulu suku Batak. Ketika semua mengatakan au anak ni raja do (aku anaknya rajanya), au boru ni raja do (aku boru ni rajanya), hal ini berarti sedang menyatakan bahwa kita semuanya sama kedudukanya.
Awalnya juga saya berpikir ketika suku Batak menyatakan anak ni raja atau boru ni raja, serasa suku Batak itu sombong dan tidak mau di bawah atau selalu ingin yang paling tinggi. Tetapi kemudian setelah saya renungkan dan pelajari lebih dalam ada pesan yang luar biasa yang disampaikan oleh pendahulu suku Batak dari kata ini, yakni menyatakan semua suku Batak adalah satu dan sama kedudukannya satu sama lain. Bukankah ini juga dinyatakan dalam falsah bangsa Indonesia, bahwa semua warga negara bersamaan kedudukanya.
Sungguh luar biasa apa yang sudah dibangun oleh para pendahulu suku Batak yang mengajak untuk bersatu. Bagi kaum muda Batak ini merupakan pesan yang tak ternilai harganya. Pesan kebersamaan dan tidak membedakan satu dengan yang lain ternyata sudah diamanatkan jauh sebelumnya. Untuk itu mari para kaum muda Batak untuk menghargai budaya ini dan mempertahankan dalam kehidupan sehari-hari. Hita naposo ni halak Batak: ai anak ni raja dohot boru ni raja dope hita.
Sumber : Penulis Putra Batak Toba dari Desa Sitio-tio (medanbisnisdaily.com)
Dalam konteks turunan kerajaan, sering kita baca atau dengar dengan sebutan "darah biru atau keturunan ningrat". Ini kembali menegaskan bahwa posisi raja benar-benar harus diperhitungkan dan dihormati. Raja juga memiliki tahta atau singgasana dimana ia bisa memerintah rakyatnya dari tahta dimana ia berada. Inilah kehebatan raja yang menjadi super power bagi orang-orang di sekelilingnya, bagi rakyat yang ia pimpin. Hal di atas merupakan gambaran bagaimana pengertian raja dan kedudukanya dalam bermasyarakat.
Bagi suku Batak, kata raja masih sangat melekat dalam pembahasan bahasa sehari-hari. Kata raja bahkan melekat pada setiap putra/putri suku Batak. Mengapa saya katakan demikian?
Bukan karena kata raja itu ditempel dengan lem bagi putra/putri tersebut. Maksudnya adalah, dalam kehidupan sehari-hari, suku Batak yang laki-laki dikatakan sebagai "anak ni raja" (anak laki-lakinya raja) dan perempuan "boru ni raja" (anak perempuanya raja).
Jika di awal pembahasan dikatakan raja merupakan penguasa, sebenarnya dalam konteks suku Batak pengertian itu tidak begitu jauh berbeda. Yang dimaksud dengan "anak ni raja dohot boru ni raja" adalah supaya dihormati atau dihargai. Kalau kita mau melihat sejarah bahwa dalam suku Batak dikenal sistem kerajaan. Maka pernah pula kita dengar/baca Raja Batak. Maka suku Batak saat ini menyatakan keturunannya adalah keturuan raja, sehingga muncullah istilah "anak ni raja dohot boru ni raja".
Namun, pengertian raja dalam sebutan bagi suku Batak bukanlah sebagai pemegang tahta kerjaan seperti makna kerajaan pada umumnya yang kita ketahui. Sekali lagi, bagi suku Batak, kata ini menjadi penting sebagai identitas dan menyatakan bahwa baik laki-laki maupun perempuan suku Batak mempunyai harga diri. Artinya tidak bisa diremehkan oleh siapapun. Untuk itu, menjadi penting bagi suku Batak menyatakan bahwa kami adalah anak ni raja, bahwa kami adalah boru ni raja. Semuanya itu tidak lain adalah menyatakan betapa berharganya manusia sebagai ciptaan Tuhan.
Di dalam acara pesta paradaton (pesta adat-red) bagi suku Batak kedudukan raja masih berlaku. Hula-hula (Tulang)-lah yang berkedudukan sebagai raja. Tulang adalah saudara laki-laki dari ibu. Dalam porsinya sebagai raja, posisi Tulang sangat penting dalam acara adat suku Batak.Sedangkan pihak yang mengadakan pesta disebut sebagai hasuhuton (pihak penyelenggara adat/yang berpesta). Sementara boru (saudara perempuan dari hasuhuton) berperan sebagai parhobas (pelayan pesta).Nah, kalau dalam konteks di atas, berarti posisi raja melihat bagaimana kondisi atau situasi paradaton. Kalau dalam kondisi ini sangat jelas siapa yang berkedudukan sebagai raja, yakni hula-hula atau tulang. Dan perlu juga dicatat bahwa, setiap orang dalam pesta paradaton suku Batak semua merasakan sebagai hula-hula (raja), hasuhuton, dan boru yang berperan sebagai parhobas. Sehingga tidak mutlak kedudukan sebagai raja atau raja dalam pengertian seperti ini tidak permananen.
Dari penjelasan pengertian siapa yang disebut dengan raja sesuai pendangan umum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bahwa raja adalah pemimpin tertinggi. Dan kemudian dalam pengertian suku Batak seperti pada penjelasan melihat posisi dimana peranya dalam acara paradaton. Jadi semuanya bisa berperan sebagai raja.
Jadi dari pengertian anak ni raja dohot boru ni raja bagi suku Batak adalah menyatakan kesamaan derajat. Memang kalau dipikir-pikir terkesan ada kesombongan bagi suku Batak yang menyatakan sebagai raja. Namun, harus kita mengerti dari sudut pandang berpikir pendahulu suku Batak. Ketika semua mengatakan au anak ni raja do (aku anaknya rajanya), au boru ni raja do (aku boru ni rajanya), hal ini berarti sedang menyatakan bahwa kita semuanya sama kedudukanya.
Awalnya juga saya berpikir ketika suku Batak menyatakan anak ni raja atau boru ni raja, serasa suku Batak itu sombong dan tidak mau di bawah atau selalu ingin yang paling tinggi. Tetapi kemudian setelah saya renungkan dan pelajari lebih dalam ada pesan yang luar biasa yang disampaikan oleh pendahulu suku Batak dari kata ini, yakni menyatakan semua suku Batak adalah satu dan sama kedudukannya satu sama lain. Bukankah ini juga dinyatakan dalam falsah bangsa Indonesia, bahwa semua warga negara bersamaan kedudukanya.
Sungguh luar biasa apa yang sudah dibangun oleh para pendahulu suku Batak yang mengajak untuk bersatu. Bagi kaum muda Batak ini merupakan pesan yang tak ternilai harganya. Pesan kebersamaan dan tidak membedakan satu dengan yang lain ternyata sudah diamanatkan jauh sebelumnya. Untuk itu mari para kaum muda Batak untuk menghargai budaya ini dan mempertahankan dalam kehidupan sehari-hari. Hita naposo ni halak Batak: ai anak ni raja dohot boru ni raja dope hita.
Sumber : Penulis Putra Batak Toba dari Desa Sitio-tio (medanbisnisdaily.com)
Jumat, 07 Agustus 2015
SEKILAS TENTANG SUKU BATAK
Suku Batak terdiri dari enam sub etnis yaitu Toba,Simalungun,Mandailing, Angkola,Karo dan Pak-pak.
Untuk mengetahui tentang suku Batak, tentunya kita harus mengenal bebarapa aspek tentang suku batak itu sendiri yaitu :
- Sejarah suku Batak
- Identitas suku Batak
- Agama yang dianut suku Batak
- Kepercayaan suku Batak
- Salam khas suku Batak
- System kekerabatan suku Batak
- Falsafah suku Batak
SEJARAH SUKU BATAK
Orang Batak adalah penutur bahasa Austronesia namun tidak diketahui kapan nenek moyang orang Batak pertama kali bermukim di Tapanuli dan Sumatera Timur. Bahasa dan bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa orang yang berbahasa Austronesia dari Taiwan telah berpindah ke wilayah Filipina dan Indonesia sekitar 2.500 tahun lalu, yaitu pada zaman batu muda (Neolitikum). Karena hingga sekarang belum ada artefak Neolitikum (Zaman Batu Muda) yang ditemukan di wilayah Batak maka dapat diduga bahwa nenek
moyang Batak baru bermigrasi ke Sumatera Utara pada zaman logam.Pada abad ke-6, pedagang-pedagang Tamil asal India mendirikan kota dagang Barus, di pesisir barat Sumatera Utara. Mereka berdagang kapur Barus yang diusahakan oleh petani-petani di pedalaman. Kapur Barus dari tanah Batak bermutu tinggi sehingga menjadi salah satu komoditas ekspor di samping kemenyan. Pada abad ke-10, Barus diserang oleh Sriwijaya. Hal ini menyebabkan terusirnya pedagang-pedagang Tamil dari pesisir Sumatera.
Pada masa-masa berikutnya, perdagangan kapur Barus mulai banyak dikuasai oleh pedagang Minangkabau yang mendirikan koloni di pesisir barat dan timur Sumatera Utara. Koloni-koloni mereka terbentang dari Barus, Sorkam, hingga Natal.Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
IDENTITAS SUKU BATAK
R.W Liddle mengatakan, bahwa sebelum abad ke-20 di Sumatra bagian utara tidak terdapat kelompok etnis sebagai satuan sosial yang koheren. Menurutnya sampai abad ke-19, interaksi sosial di daerah itu hanya terbatas pada hubungan antar individu, antar kelompok kekerabatan, atau antar kampung. Dan hampir tidak ada kesadaran untuk menjadi bagian dari satuan-satuan sosial dan politik yang lebih besar. Pendapat lain mengemukakan, bahwa munculnya kesadaran mengenai sebuah keluarga besar Batak baru terjadi pada zaman kolonial. Dalam disertasinya J. Pardede mengemukakan bahwa istilah "Tanah Batak" dan "rakyat Batak" diciptakan oleh pihak asing. Sebaliknya, Siti Omas Manurung, seorang istri dari putra pendeta Batak Toba menyatakan, bahwa sebelum kedatangan Belanda, semua orang baik Karo maupun Simalungun mengakui dirinya sebagai Batak, dan Belandalah yang telah membuat terpisahnya kelompok-kelompok tersebut. Sebuah cerita sejarah Batak yang memiliki berbagai macam versi menyatakan, bahwa Pusuk Buhit, salah satu puncak di barat Danau Toba, adalah tempat "kelahiran" bangsa Batak. Selain itu mitos-mitos tersebut juga menyatakan bahwa nenek moyang orang Batak berasal dari Samosir.
Terbentuknya masyarakat Batak yang tersusun dari berbagai macam marga, sebagian disebabkan karena adanya migrasi keluarga-keluarga dari wilayah lain di Sumatra. Penelitian penting tentang tradisi Karo dilakukan oleh J.H Neumann, berdasarkan sastra lisan dan transkripsi dua naskah setempat, yaitu Pustaka Kembaren dan Pustaka Ginting. Menurut Pustaka Kembaren, daerah asal marga Kembaren dari Pagaruyung di Minangkabau. Orang Tamil diperkirakan juga menjadi unsur pembentuk masyarakat Karo. Hal
ini terlihat dari banyaknya nama marga Karo yang diturunkan dari Bahasa Tamil. Orang-orang Tamil yang menjadi pedagang di pantai barat, lari ke pedalaman Sumatera akibat serangan pasukan Minangkabau yang datang pada abad ke-14 untuk menguasai Barus.
AGAMA YANG DIANUT SUKU BATAK
Saat ini pada umumnya orang Batak menganut agama Kristen Protestan, Kristen Katolik, dan Islam. Tetapi ada pula yang menganut kepercayaan tadisional yakni: tradisi Malim / Parmalim.
- Islam
Dalam kunjungannya pada tahun 1292, Marco Polo melaporkan bahwa masyarakat Batak sebagai orang-orang "liar" dan tidak pernah terpengaruh oleh agama-agama dari luar. Meskipun Ibn Battuta,
mengunjungi Sumatera Utara pada tahun 1345 dan mengislamkan Sultan Al-Malik Al-Dhahir, masyarakat Batak tidak pernah mengenal Islam sebelum disebarkan oleh pedagang Minangkabau. Bersamaan dengan usaha dagangnya, banyak pedagang Minangkabau yang melakukan kawin-mawin dengan perempuan Batak. Hal ini secara perlahan telah meningkatakan pemeluk Islam di tengah-tengah masyarakat Batak. Pada masa Perang Paderi di awal abad ke-19, pasukan Minangkabau menyerang tanah Batak dan melakukan pengislaman besar-besaran atas masyarakat Mandailing dan Angkola. Namun penyerangan Paderi atas wilayah Toba, tidak dapat mengislamkan masyarakat tersebut, yang pada akhirnya mereka menganut agama Kristen Protestan dan Kristen Katolik.Kerajaan Aceh di utara, juga banyak berperan dalam mengislamkan masyarakat Karo dan Pakpak. Sementara Simalungun banyak terkena pengaruh Islam dari masyarakat Melayu di pesisir Sumatera Timur.
- Kristen Protestan
Pada tahun 1824, dua misionaris Baptist asal Inggris, Richard Burton dan Nathaniel Ward berjalan kaki dari Sibolga menuju pedalaman Batak. Setelah tiga hari berjalan, mereka sampai di dataran tinggi Silindung dan menetap selama dua minggu di pedalaman. Dari penjelajahan ini, mereka melakukan observasi dan
pengamatan langsung atas kehidupan masyarakat Batak. Pada tahun 1834, kegiatan ini diikuti oleh Henry Lyman dan Samuel Munson dari Dewan Komisaris Amerika untuk Misi Luar Negeri.Pada tahun 1850, Dewan Injil Belanda menugaskan Herman Neubronner van der Tuuk untuk menerbitkan buku tata bahasa dan kamus bahasa Batak - Belanda. Hal ini bertujuan untuk memudahkan misi-misi kelompok Kristen Belanda dan Jerman berbicara dengan masyarakat Toba dan Simalungun yang menjadi sasaran pengkristenan mereka.Misionaris pertama asal Jerman tiba di lembah sekitar Danau Toba pada tahun 1861, dan sebuah misi pengkristenan dijalankan pada tahun 1881 oleh Dr. Ludwig Ingwer Nommensen. Kitab Perjanjian Baru untuk pertama kalinya diterjemahkan ke bahasa Batak Toba oleh Nommensen pada tahun 1869 dan penerjemahan Kitab Perjanjian Lama diselesaikan oleh P. H. Johannsen pada tahun 1891. Teks
terjemahan tersebut dicetak dalam huruf latin di Medan pada tahun 1893. Menurut H. O. Voorma, terjemahan ini tidak mudah dibaca, agak kaku, dan terdengar aneh dalam bahasa Batak
- Kristen Katolik
Misi Katolik masuk ke Tanah Batak setelah Zending Protestan berada di sana selama 73 tahun. Daerah-daerah yang padat penduduknya serta daerah-daerah yang subur sudah menjadi “milik” Protestan. Menurut Sybrandus van Rossum dalam tulisannya berjudul “Matahari Terbit di Balige” bahwa pada tahun 1935 orang
Batak yang sudah dibaptis di Protestan mencapai lebih kurang 450.000 orang. Lembaga pendidikan dan kesehatan sudah berada di tangan Zending. Zending juga sudah mempunyai kader-kader yang tangguh baik dalam masyarakat maupun dalam pemerintahan. Dalam situasi seperti itulah Misi Katolik masuk ke Tanah Batak
KEPERCAYAAN SUKU BATAK
Sebelum suku Batak Toba menganut agama Kristen Protestan, mereka mempunyai sistem kepercayaan dan religi tentang Mulajadi na Bolon yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu.Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak Toba mengenal tiga konsep,
yaitu:
-Tondi : adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia.Tondi di dapat sejak seseorang di dalam kandungan.Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang menawannya.
- Sahala : adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula.
- Begu : adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.
Demikianlah religi dan kepercayaan suku Batak yang terdapat dalam pustaha. Walaupun sudah menganut agama Kristen dan berpendidikan tinggi, namun orang Batak belum mau meninggalkan religi dan kepercayaan yang sudah tertanam di dalam hati sanubari mereka.
SALAM KHAS SUKU BATAK
Tiap puak Batak memiliki salam khasnya masing masing. Meskipun suku Batak terkenal dengan salam Horasnya, namun masih ada dua salam lagi yang kurang populer di masyarakat yakni Mejuah juah
dan Njuah juah. Horas sendiri masih memiliki penyebutan masing masing berdasarkan puak yang menggunakannya.
1. Pakpak “Njuah-juah Mo Banta Karina!”
2. Karo “Mejuah-juah Kita Krina!”
3. Toba “Horas Jala Gabe Ma Di Hita Saluhutna!”
4. Simalungun “Horas banta Haganupan, Salam Habonaran Do Bona!”
5. Mandailing dan Angkola “Horas Tondi Madingin Pir Ma Tondi Matogu, Sayur Matua Bulung!”
SYTEM KEKERABATAN SUKU BATAK
Kekerabatan adalah menyangkut hubungan hukum antar orang dalam pergaulan hidup. Ada dua bentuk kekerabatan bagi suku Batak, yakni berdasarkan garis keturunan (genealogi) dan berdasarkan
sosiologis, sementara kekerabatan teritorial tidak ada.Bentuk kekerabatan berdasarkan garis keturunan (genealogi) terlihat dari silsilah marga mulai dari Si Raja Batak, dimana semua suku bangsa Batak memiliki marga. Sedangkan kekerabatan berdasarkan sosiologis terjadi melalui perjanjian (padan antar marga tertentu) maupun karena perkawinan. Dalam tradisi Batak, yang menjadi kesatuan Adat adalah ikatan sedarah dalam marga, kemudian Marga. Artinya misalnya Harahap, kesatuan adatnya adalah Marga Harahap vs Marga lainnya. Berhubung bahwa Adat Batak/Tradisi Batak sifatnya dinamis yang seringkali disesuaikan dengan waktu dan tempat berpengaruh terhadap perbedaan corak tradisi antar daerah.
Adanya falsafah dalam perumpamaan dalam bahasa Batak Toba yang berbunyi: Jonok dongan partubu jonokan do dongan parhundul. merupakan suatu filosofi agar kita senantiasa menjaga hubungan baik dengan tetangga, karena merekalah teman terdekat. Namun dalam pelaksanaan adat, yang pertama dicari adalah yang satu marga, walaupun pada dasarnya tetangga tidak boleh dilupakan dalam pelaksanaan Adat.
Didalam suku Batak ada yang dinamakan Silsilah atau Tarombo yang merupakan suatu hal yang sangat penting bagi orang Batak. Bagi mereka yang tidak mengetahui silsilahnya akan dianggap sebagai orang Batak kesasar (nalilu). Orang Batak diwajibkan mengetahui silsilahnya minimal nenek moyangnya yang menurunkan marganya dan teman semarganya (dongan tubu). Hal ini diperlukan agar mengetahui letak kekerabatannya (partuturanna) dalam suatu klan atau marga.
FALSAFAH SUKU BATAK
Masyarakat Batak memiliki falsafah, azas sekaligus sebagai struktur dan sistem dalam kemasyarakatannya yakni yang dalam Bahasa Batak Toba disebut Dalihan na Tolu. Berikut penyebutan Dalihan Natolu menurut keenam puak Batak
1. Dalihan Na Tolu (Toba) • Somba Marhula-hula • Manat Mardongan Tubu • Elek Marboru
2. Dalian Na Tolu (Mandailing dan Angkola) • Hormat Marmora • Manat Markahanggi • Elek Maranak Boru
3. Tolu Sahundulan (Simalungun) • Martondong Ningon Hormat, Sombah • Marsanina Ningon Pakkei, Manat • Marboru Ningon Elek, Pakkei.
4. Rakut Sitelu (Karo) • Nembah Man Kalimbubu • Mehamat Man Sembuyak • Nami-nami Man Anak Beru
5. Daliken Sitelu (Pakpak) • Sembah Merkula-kula • Manat Merdengan Tubuh • Elek marberru.
- Hulahula/Mora adalah pihak keluarga dari isteri. Hula-hula ini menempati posisi yang paling dihormati dalam pergaulan dan adat-istiadat Batak (semua sub-suku Batak) sehingga kepada semua orang Batak dipesankan harus hormat kepada Hulahula (Somba marhula-hula).
- Dongan Tubu/Hahanggi disebut juga Dongan Sabutuha adalah saudara laki-laki satu marga. Arti harfiahnya lahir dari perut yang sama. Mereka ini seperti batang pohon yang saling berdekatan, saling menopang, walaupun karena saking dekatnya kadang-kadang saling gesek. Namun, pertikaian tidak membuat
hubungan satu marga bisa terpisah. Diumpamakan seperti air yang dibelah dengan pisau, kendati dibelah tetapi tetap bersatu. Namun kepada semua orang Batak (berbudaya Batak) dipesankan harus bijaksana kepada saudara semarga. Diistilahkan, manat mardongan tubu.
- Boru/Anak Boru adalah pihak keluarga yang mengambil isteri dari suatu marga (keluarga lain). Boru ini menempati posisi paling rendah sebagai 'parhobas' atau pelayan, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun (terutama) dalam setiap upacara adat. Namun walaupun berfungsi sebagai pelayan bukan berarti
bisa diperlakukan dengan semena-mena. Melainkan pihak boru harus diambil hatinya, dibujuk, diistilahkan: Elek marboru.Namun bukan berarti ada kasta dalam sistem kekerabatan Batak. Sistem kekerabatan Dalihan na Tolu adalah bersifat kontekstual. Sesuai konteksnya, semua masyarakat Batak pasti pernah menjadi
Hulahula, juga sebagai Dongan Tubu, juga sebagai Boru. Jadi setiap orang harus menempatkan posisinya secara kontekstual.Sehingga dalam tata kekerabatan, semua orang Batak harus berperilaku 'raja'. Raja dalam tata kekerabatan Batak bukan berarti orang yang berkuasa, tetapi orang yang berperilaku baik
sesuai dengan tata krama dalam sistem kekerabatan Batak. Maka dalam setiap pembicaraan adat selalu disebut Raja ni Hulahula, Raja no Dongan Tubu dan Raja ni Boru.
sumber : id.wikipedia.org
Untuk mengetahui tentang suku Batak, tentunya kita harus mengenal bebarapa aspek tentang suku batak itu sendiri yaitu :
- Sejarah suku Batak
- Identitas suku Batak
- Agama yang dianut suku Batak
- Kepercayaan suku Batak
- Salam khas suku Batak
- System kekerabatan suku Batak
- Falsafah suku Batak
SEJARAH SUKU BATAK
Orang Batak adalah penutur bahasa Austronesia namun tidak diketahui kapan nenek moyang orang Batak pertama kali bermukim di Tapanuli dan Sumatera Timur. Bahasa dan bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa orang yang berbahasa Austronesia dari Taiwan telah berpindah ke wilayah Filipina dan Indonesia sekitar 2.500 tahun lalu, yaitu pada zaman batu muda (Neolitikum). Karena hingga sekarang belum ada artefak Neolitikum (Zaman Batu Muda) yang ditemukan di wilayah Batak maka dapat diduga bahwa nenek
moyang Batak baru bermigrasi ke Sumatera Utara pada zaman logam.Pada abad ke-6, pedagang-pedagang Tamil asal India mendirikan kota dagang Barus, di pesisir barat Sumatera Utara. Mereka berdagang kapur Barus yang diusahakan oleh petani-petani di pedalaman. Kapur Barus dari tanah Batak bermutu tinggi sehingga menjadi salah satu komoditas ekspor di samping kemenyan. Pada abad ke-10, Barus diserang oleh Sriwijaya. Hal ini menyebabkan terusirnya pedagang-pedagang Tamil dari pesisir Sumatera.
Pada masa-masa berikutnya, perdagangan kapur Barus mulai banyak dikuasai oleh pedagang Minangkabau yang mendirikan koloni di pesisir barat dan timur Sumatera Utara. Koloni-koloni mereka terbentang dari Barus, Sorkam, hingga Natal.Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
IDENTITAS SUKU BATAK
R.W Liddle mengatakan, bahwa sebelum abad ke-20 di Sumatra bagian utara tidak terdapat kelompok etnis sebagai satuan sosial yang koheren. Menurutnya sampai abad ke-19, interaksi sosial di daerah itu hanya terbatas pada hubungan antar individu, antar kelompok kekerabatan, atau antar kampung. Dan hampir tidak ada kesadaran untuk menjadi bagian dari satuan-satuan sosial dan politik yang lebih besar. Pendapat lain mengemukakan, bahwa munculnya kesadaran mengenai sebuah keluarga besar Batak baru terjadi pada zaman kolonial. Dalam disertasinya J. Pardede mengemukakan bahwa istilah "Tanah Batak" dan "rakyat Batak" diciptakan oleh pihak asing. Sebaliknya, Siti Omas Manurung, seorang istri dari putra pendeta Batak Toba menyatakan, bahwa sebelum kedatangan Belanda, semua orang baik Karo maupun Simalungun mengakui dirinya sebagai Batak, dan Belandalah yang telah membuat terpisahnya kelompok-kelompok tersebut. Sebuah cerita sejarah Batak yang memiliki berbagai macam versi menyatakan, bahwa Pusuk Buhit, salah satu puncak di barat Danau Toba, adalah tempat "kelahiran" bangsa Batak. Selain itu mitos-mitos tersebut juga menyatakan bahwa nenek moyang orang Batak berasal dari Samosir.
Terbentuknya masyarakat Batak yang tersusun dari berbagai macam marga, sebagian disebabkan karena adanya migrasi keluarga-keluarga dari wilayah lain di Sumatra. Penelitian penting tentang tradisi Karo dilakukan oleh J.H Neumann, berdasarkan sastra lisan dan transkripsi dua naskah setempat, yaitu Pustaka Kembaren dan Pustaka Ginting. Menurut Pustaka Kembaren, daerah asal marga Kembaren dari Pagaruyung di Minangkabau. Orang Tamil diperkirakan juga menjadi unsur pembentuk masyarakat Karo. Hal
ini terlihat dari banyaknya nama marga Karo yang diturunkan dari Bahasa Tamil. Orang-orang Tamil yang menjadi pedagang di pantai barat, lari ke pedalaman Sumatera akibat serangan pasukan Minangkabau yang datang pada abad ke-14 untuk menguasai Barus.
AGAMA YANG DIANUT SUKU BATAK
Saat ini pada umumnya orang Batak menganut agama Kristen Protestan, Kristen Katolik, dan Islam. Tetapi ada pula yang menganut kepercayaan tadisional yakni: tradisi Malim / Parmalim.
- Islam
Dalam kunjungannya pada tahun 1292, Marco Polo melaporkan bahwa masyarakat Batak sebagai orang-orang "liar" dan tidak pernah terpengaruh oleh agama-agama dari luar. Meskipun Ibn Battuta,
mengunjungi Sumatera Utara pada tahun 1345 dan mengislamkan Sultan Al-Malik Al-Dhahir, masyarakat Batak tidak pernah mengenal Islam sebelum disebarkan oleh pedagang Minangkabau. Bersamaan dengan usaha dagangnya, banyak pedagang Minangkabau yang melakukan kawin-mawin dengan perempuan Batak. Hal ini secara perlahan telah meningkatakan pemeluk Islam di tengah-tengah masyarakat Batak. Pada masa Perang Paderi di awal abad ke-19, pasukan Minangkabau menyerang tanah Batak dan melakukan pengislaman besar-besaran atas masyarakat Mandailing dan Angkola. Namun penyerangan Paderi atas wilayah Toba, tidak dapat mengislamkan masyarakat tersebut, yang pada akhirnya mereka menganut agama Kristen Protestan dan Kristen Katolik.Kerajaan Aceh di utara, juga banyak berperan dalam mengislamkan masyarakat Karo dan Pakpak. Sementara Simalungun banyak terkena pengaruh Islam dari masyarakat Melayu di pesisir Sumatera Timur.
- Kristen Protestan
Pada tahun 1824, dua misionaris Baptist asal Inggris, Richard Burton dan Nathaniel Ward berjalan kaki dari Sibolga menuju pedalaman Batak. Setelah tiga hari berjalan, mereka sampai di dataran tinggi Silindung dan menetap selama dua minggu di pedalaman. Dari penjelajahan ini, mereka melakukan observasi dan
pengamatan langsung atas kehidupan masyarakat Batak. Pada tahun 1834, kegiatan ini diikuti oleh Henry Lyman dan Samuel Munson dari Dewan Komisaris Amerika untuk Misi Luar Negeri.Pada tahun 1850, Dewan Injil Belanda menugaskan Herman Neubronner van der Tuuk untuk menerbitkan buku tata bahasa dan kamus bahasa Batak - Belanda. Hal ini bertujuan untuk memudahkan misi-misi kelompok Kristen Belanda dan Jerman berbicara dengan masyarakat Toba dan Simalungun yang menjadi sasaran pengkristenan mereka.Misionaris pertama asal Jerman tiba di lembah sekitar Danau Toba pada tahun 1861, dan sebuah misi pengkristenan dijalankan pada tahun 1881 oleh Dr. Ludwig Ingwer Nommensen. Kitab Perjanjian Baru untuk pertama kalinya diterjemahkan ke bahasa Batak Toba oleh Nommensen pada tahun 1869 dan penerjemahan Kitab Perjanjian Lama diselesaikan oleh P. H. Johannsen pada tahun 1891. Teks
terjemahan tersebut dicetak dalam huruf latin di Medan pada tahun 1893. Menurut H. O. Voorma, terjemahan ini tidak mudah dibaca, agak kaku, dan terdengar aneh dalam bahasa Batak
- Kristen Katolik
Misi Katolik masuk ke Tanah Batak setelah Zending Protestan berada di sana selama 73 tahun. Daerah-daerah yang padat penduduknya serta daerah-daerah yang subur sudah menjadi “milik” Protestan. Menurut Sybrandus van Rossum dalam tulisannya berjudul “Matahari Terbit di Balige” bahwa pada tahun 1935 orang
Batak yang sudah dibaptis di Protestan mencapai lebih kurang 450.000 orang. Lembaga pendidikan dan kesehatan sudah berada di tangan Zending. Zending juga sudah mempunyai kader-kader yang tangguh baik dalam masyarakat maupun dalam pemerintahan. Dalam situasi seperti itulah Misi Katolik masuk ke Tanah Batak
KEPERCAYAAN SUKU BATAK
Sebelum suku Batak Toba menganut agama Kristen Protestan, mereka mempunyai sistem kepercayaan dan religi tentang Mulajadi na Bolon yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu.Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak Toba mengenal tiga konsep,
yaitu:
-Tondi : adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia.Tondi di dapat sejak seseorang di dalam kandungan.Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang menawannya.
- Sahala : adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula.
- Begu : adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.
Demikianlah religi dan kepercayaan suku Batak yang terdapat dalam pustaha. Walaupun sudah menganut agama Kristen dan berpendidikan tinggi, namun orang Batak belum mau meninggalkan religi dan kepercayaan yang sudah tertanam di dalam hati sanubari mereka.
SALAM KHAS SUKU BATAK
Tiap puak Batak memiliki salam khasnya masing masing. Meskipun suku Batak terkenal dengan salam Horasnya, namun masih ada dua salam lagi yang kurang populer di masyarakat yakni Mejuah juah
dan Njuah juah. Horas sendiri masih memiliki penyebutan masing masing berdasarkan puak yang menggunakannya.
1. Pakpak “Njuah-juah Mo Banta Karina!”
2. Karo “Mejuah-juah Kita Krina!”
3. Toba “Horas Jala Gabe Ma Di Hita Saluhutna!”
4. Simalungun “Horas banta Haganupan, Salam Habonaran Do Bona!”
5. Mandailing dan Angkola “Horas Tondi Madingin Pir Ma Tondi Matogu, Sayur Matua Bulung!”
SYTEM KEKERABATAN SUKU BATAK
Kekerabatan adalah menyangkut hubungan hukum antar orang dalam pergaulan hidup. Ada dua bentuk kekerabatan bagi suku Batak, yakni berdasarkan garis keturunan (genealogi) dan berdasarkan
sosiologis, sementara kekerabatan teritorial tidak ada.Bentuk kekerabatan berdasarkan garis keturunan (genealogi) terlihat dari silsilah marga mulai dari Si Raja Batak, dimana semua suku bangsa Batak memiliki marga. Sedangkan kekerabatan berdasarkan sosiologis terjadi melalui perjanjian (padan antar marga tertentu) maupun karena perkawinan. Dalam tradisi Batak, yang menjadi kesatuan Adat adalah ikatan sedarah dalam marga, kemudian Marga. Artinya misalnya Harahap, kesatuan adatnya adalah Marga Harahap vs Marga lainnya. Berhubung bahwa Adat Batak/Tradisi Batak sifatnya dinamis yang seringkali disesuaikan dengan waktu dan tempat berpengaruh terhadap perbedaan corak tradisi antar daerah.
Adanya falsafah dalam perumpamaan dalam bahasa Batak Toba yang berbunyi: Jonok dongan partubu jonokan do dongan parhundul. merupakan suatu filosofi agar kita senantiasa menjaga hubungan baik dengan tetangga, karena merekalah teman terdekat. Namun dalam pelaksanaan adat, yang pertama dicari adalah yang satu marga, walaupun pada dasarnya tetangga tidak boleh dilupakan dalam pelaksanaan Adat.
Didalam suku Batak ada yang dinamakan Silsilah atau Tarombo yang merupakan suatu hal yang sangat penting bagi orang Batak. Bagi mereka yang tidak mengetahui silsilahnya akan dianggap sebagai orang Batak kesasar (nalilu). Orang Batak diwajibkan mengetahui silsilahnya minimal nenek moyangnya yang menurunkan marganya dan teman semarganya (dongan tubu). Hal ini diperlukan agar mengetahui letak kekerabatannya (partuturanna) dalam suatu klan atau marga.
FALSAFAH SUKU BATAK
Masyarakat Batak memiliki falsafah, azas sekaligus sebagai struktur dan sistem dalam kemasyarakatannya yakni yang dalam Bahasa Batak Toba disebut Dalihan na Tolu. Berikut penyebutan Dalihan Natolu menurut keenam puak Batak
1. Dalihan Na Tolu (Toba) • Somba Marhula-hula • Manat Mardongan Tubu • Elek Marboru
2. Dalian Na Tolu (Mandailing dan Angkola) • Hormat Marmora • Manat Markahanggi • Elek Maranak Boru
3. Tolu Sahundulan (Simalungun) • Martondong Ningon Hormat, Sombah • Marsanina Ningon Pakkei, Manat • Marboru Ningon Elek, Pakkei.
4. Rakut Sitelu (Karo) • Nembah Man Kalimbubu • Mehamat Man Sembuyak • Nami-nami Man Anak Beru
5. Daliken Sitelu (Pakpak) • Sembah Merkula-kula • Manat Merdengan Tubuh • Elek marberru.
- Hulahula/Mora adalah pihak keluarga dari isteri. Hula-hula ini menempati posisi yang paling dihormati dalam pergaulan dan adat-istiadat Batak (semua sub-suku Batak) sehingga kepada semua orang Batak dipesankan harus hormat kepada Hulahula (Somba marhula-hula).
- Dongan Tubu/Hahanggi disebut juga Dongan Sabutuha adalah saudara laki-laki satu marga. Arti harfiahnya lahir dari perut yang sama. Mereka ini seperti batang pohon yang saling berdekatan, saling menopang, walaupun karena saking dekatnya kadang-kadang saling gesek. Namun, pertikaian tidak membuat
hubungan satu marga bisa terpisah. Diumpamakan seperti air yang dibelah dengan pisau, kendati dibelah tetapi tetap bersatu. Namun kepada semua orang Batak (berbudaya Batak) dipesankan harus bijaksana kepada saudara semarga. Diistilahkan, manat mardongan tubu.
- Boru/Anak Boru adalah pihak keluarga yang mengambil isteri dari suatu marga (keluarga lain). Boru ini menempati posisi paling rendah sebagai 'parhobas' atau pelayan, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun (terutama) dalam setiap upacara adat. Namun walaupun berfungsi sebagai pelayan bukan berarti
bisa diperlakukan dengan semena-mena. Melainkan pihak boru harus diambil hatinya, dibujuk, diistilahkan: Elek marboru.Namun bukan berarti ada kasta dalam sistem kekerabatan Batak. Sistem kekerabatan Dalihan na Tolu adalah bersifat kontekstual. Sesuai konteksnya, semua masyarakat Batak pasti pernah menjadi
Hulahula, juga sebagai Dongan Tubu, juga sebagai Boru. Jadi setiap orang harus menempatkan posisinya secara kontekstual.Sehingga dalam tata kekerabatan, semua orang Batak harus berperilaku 'raja'. Raja dalam tata kekerabatan Batak bukan berarti orang yang berkuasa, tetapi orang yang berperilaku baik
sesuai dengan tata krama dalam sistem kekerabatan Batak. Maka dalam setiap pembicaraan adat selalu disebut Raja ni Hulahula, Raja no Dongan Tubu dan Raja ni Boru.
sumber : id.wikipedia.org
KEUNIKAN YANG DIMILIKI SUKU BATAK
Kita tahu bahwa Indonesia memiliki banyak Suku Budaya. Bila kita runut dari Sabang sampai Merauke lebih dari ratusan suku dan budaya. Tentunya salah satu suku yang besar di NKRI ini adalah Suku Batak. Orang Batak menyebut Suku Batak ini adalah Bangso Batak.
Penyebutan Bangso Batak pada orang Batak juga merupakan salah satu yang unik. Karena sebutan Bangso (Bansgo bahasa Indonesia artinya Bangsa) hanya ditemukan pada suku Batak. Bila kita kaji lebih jauh, bahwa Suku Batak merupakan sebuah Bangsa (Bangso) yang ada di muka bumi ini, selain bangsa-bangsa lainnya.
Berikut beberapa keunikan yang dimiliki suku Batak :
1. Orang Batak berdaya juang tinggi dan pantang menyerah (strugle)
Orang Batak terutama kaum prianya, begitu lulus SMA kebanyakan tidak mau menjadi petani dengan turun ke sawah dan ladang. Mereka akan merantau ke daerah lain, bisa ke aceh, pekanbaru, batam, palembang, jawa, kalimantan, sulawesi bahkan papua demi kehidupan yang lebih baik. Mereka rela menumpang di rumah kerabat dimana saja, rela kerja apa saja (sopir, kenek, tambal ban, warung makan, pengamen, kuli panggul, timer angkot dll) yang penting halal. Prinsip Orang Batak tegas : “pantang pulang kampung sebelum menjadi orang (berhasil).” Contoh paling nyata, orang batak paling berhasil saat ini, Chairul Tanjung, dari anak singkong jadi anak kingkong (kerajaan bisnis dimana-mana).
2. Orang Batak Persaudaraannya Kuat
Garis keturunan suku batak yang patrilineal membuat para pria membawa garis keturunan keluarga dan mendapat marga sejak dilahirkan. Dimanapun orang Batak berada, baik di Amerika utara maupun di australia selatan, baik di barat afrika maupun di eropa timur, apabila dua orang batak bertemu, dan masih dalam marga yang sama (atau satu rumpun misal Silalahi dengan Sinurat) maka kehangatan sebagai saudara langsung tercipta, karena memang mereka bersaudara. Jika di runut silsilah keluarganya, maka akan ketemu di keturunan keberapa orang-orang tua mereka kakak beradik. Yang lebih mampu membantu yang kurang mampu sudah menjadi hal biasa di kalangan orang batak satu marga. Hal yang sangat sulit di temui di suku lain yang tidak mempunyai marga di batak atau fam di menado.
3. Orang Batak Pantang Untuk Bercerai dan Menganut Paham Monogami
Ketika orang Batak sudah berkeluarga, sebuah perceraian merupakan sesuatu yang sangat tabu dan pantang. Karena perkawinan bagi orang Batak adalah sakral dan amanah dari Tuhan dan leluhur. Permasalahan apapun yang dihadapi oleh keluarga Orang Batak, maka perkawinan akan tetap dipertahankan. Karena pernikahan bukan hanya sekedar mempersatukan dua orang saja, melainkan merpesatukan kedua keluarga besar dari masing-masing mempelai.
Orang Batak menganut paham monogami. Tidak dibenarkan adanya paham poligami bagi orang Batak. Ketika orang batak sudah menikah, maka pernikahan ini akan dijaga sebaik-baiknya. Apabila seorang suami memiliki lebih dari 1 istri, maka akan terjadi perang keluarga di keluarga tersebut.
4. Orang Batak Pintar dan Banyak Taktik (BATAK)
Bila kita lihat di berbagai instansi (dunia pekerjaan) di republik ini, maka kita pasti akan menemukan orang Batak di dalamnya. Baik di dunia bisnis (swasta) maupun pemerintahan. Orang Batak juga mempunyai Taktik (pola pikir yang maju). Salah satu contohnya adalah Lagu Batak yang berjudul Anak Medan. Bila kita simak lirik lagunya itu menggambarkan bagaimana Orang Batak hidup di perantauan. Seperti "Modal Pergaulan Bisa Hidup di Mana pun (perantauan)". Orang Batak pintar bergaul dan banyak akal untuk hidupnya agar survive.
5. Orang Batak Punya Sentuhan Midas
Sentuhan midas bermakna mampu merubah apapun yang biasa-biasa bahkan yang dibuang orang menjadi emas. Beberapa Orang Batak mempunyai sentuhan midas ini, dalam ruang lingkup yang bersesuaian.
sumber : batak-network.blogspot.com
Penyebutan Bangso Batak pada orang Batak juga merupakan salah satu yang unik. Karena sebutan Bangso (Bansgo bahasa Indonesia artinya Bangsa) hanya ditemukan pada suku Batak. Bila kita kaji lebih jauh, bahwa Suku Batak merupakan sebuah Bangsa (Bangso) yang ada di muka bumi ini, selain bangsa-bangsa lainnya.
Berikut beberapa keunikan yang dimiliki suku Batak :
1. Orang Batak berdaya juang tinggi dan pantang menyerah (strugle)
Orang Batak terutama kaum prianya, begitu lulus SMA kebanyakan tidak mau menjadi petani dengan turun ke sawah dan ladang. Mereka akan merantau ke daerah lain, bisa ke aceh, pekanbaru, batam, palembang, jawa, kalimantan, sulawesi bahkan papua demi kehidupan yang lebih baik. Mereka rela menumpang di rumah kerabat dimana saja, rela kerja apa saja (sopir, kenek, tambal ban, warung makan, pengamen, kuli panggul, timer angkot dll) yang penting halal. Prinsip Orang Batak tegas : “pantang pulang kampung sebelum menjadi orang (berhasil).” Contoh paling nyata, orang batak paling berhasil saat ini, Chairul Tanjung, dari anak singkong jadi anak kingkong (kerajaan bisnis dimana-mana).
2. Orang Batak Persaudaraannya Kuat
Garis keturunan suku batak yang patrilineal membuat para pria membawa garis keturunan keluarga dan mendapat marga sejak dilahirkan. Dimanapun orang Batak berada, baik di Amerika utara maupun di australia selatan, baik di barat afrika maupun di eropa timur, apabila dua orang batak bertemu, dan masih dalam marga yang sama (atau satu rumpun misal Silalahi dengan Sinurat) maka kehangatan sebagai saudara langsung tercipta, karena memang mereka bersaudara. Jika di runut silsilah keluarganya, maka akan ketemu di keturunan keberapa orang-orang tua mereka kakak beradik. Yang lebih mampu membantu yang kurang mampu sudah menjadi hal biasa di kalangan orang batak satu marga. Hal yang sangat sulit di temui di suku lain yang tidak mempunyai marga di batak atau fam di menado.
3. Orang Batak Pantang Untuk Bercerai dan Menganut Paham Monogami
Ketika orang Batak sudah berkeluarga, sebuah perceraian merupakan sesuatu yang sangat tabu dan pantang. Karena perkawinan bagi orang Batak adalah sakral dan amanah dari Tuhan dan leluhur. Permasalahan apapun yang dihadapi oleh keluarga Orang Batak, maka perkawinan akan tetap dipertahankan. Karena pernikahan bukan hanya sekedar mempersatukan dua orang saja, melainkan merpesatukan kedua keluarga besar dari masing-masing mempelai.
Orang Batak menganut paham monogami. Tidak dibenarkan adanya paham poligami bagi orang Batak. Ketika orang batak sudah menikah, maka pernikahan ini akan dijaga sebaik-baiknya. Apabila seorang suami memiliki lebih dari 1 istri, maka akan terjadi perang keluarga di keluarga tersebut.
4. Orang Batak Pintar dan Banyak Taktik (BATAK)
Bila kita lihat di berbagai instansi (dunia pekerjaan) di republik ini, maka kita pasti akan menemukan orang Batak di dalamnya. Baik di dunia bisnis (swasta) maupun pemerintahan. Orang Batak juga mempunyai Taktik (pola pikir yang maju). Salah satu contohnya adalah Lagu Batak yang berjudul Anak Medan. Bila kita simak lirik lagunya itu menggambarkan bagaimana Orang Batak hidup di perantauan. Seperti "Modal Pergaulan Bisa Hidup di Mana pun (perantauan)". Orang Batak pintar bergaul dan banyak akal untuk hidupnya agar survive.
5. Orang Batak Punya Sentuhan Midas
Sentuhan midas bermakna mampu merubah apapun yang biasa-biasa bahkan yang dibuang orang menjadi emas. Beberapa Orang Batak mempunyai sentuhan midas ini, dalam ruang lingkup yang bersesuaian.
sumber : batak-network.blogspot.com