Jumat, 06 November 2015

KISAH DIBALIK ASAL USUL BATU GANTUNG

Batu Gantung adalah sebuah kisah yang begitu melegenda di kalangan masyarakat di  Sumut. Kisah kesedihan seorang gadis cantik yang berwujud batu gantung yang ada di tepi Danau Toba pun menjadikan lokasi tersebut diberi nama Parapat.
Cerita tersebut tidak pernah hilang dari ingatan kita semua, terutama ketika melintas dari Parapat. Batu gantung yang berada di tebing tepi Danau Toba tidak pernah terlewatkan untuk dilihat. Bahkan, tidak jarang warga yang ingin rekreasi atau sekedar melintas dari lokasi itu kerap singgah di tempat yang biasa disebut Panatapan.
Selain mata ingin melihat langsung batu gantung tersebut, ada pula yang sengaja memerankan legenda tersebut. Terbukti, sebuah stasiun televisi nasional, mengangkat thema kisah legenda Batu Gantung dalam acara OVJ, kemarin.
Meski legenda itu dibawakan penuh canda tawa dan humor, namun makna legenda kisah Batu Gantung tersebut masih tetap tersirat. Ditambah, beberapa lagu daerah Batak dibawakan oleh pemeran dalam acara tersebut. Beginilah, kisah legenda gadis cantik bernama Seruni yang berubah wujud menjadi batu karena ingin dinikahkan dengan pilihan orangtuanya.
Pada zaman dahulu kala di sebuah desa kecil di tepi Danau Toba, hiduplah sepasang suami-istri dengan seorang anak perempuannya yang cantik jelita bernama Seruni. Selain cantik, Seruni juga tergolong sebagai anak yang rajin karena selalu membantu kedua orangtuanya ketika mereka sedang bekerja di ladang yang hasilnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
Suatu hari, Seruni harus bekerja di ladang seorang diri karena kedua orangtuanya sedang ada keperluan di desa tetangga. Ia hanya ditemani oleh anjing peliharaannya yang diberi nama Si Toki. Sesampainya di ladang, Seruni hanya duduk termenung sambil memandangi indahnya alam Danau Toba.
Sementara anjingnya, Si Toki, ikut duduk di samping sambil menatap wajah majikannya yang tampak seperti sedang menghadapi suatu masalah. Sesekali, sang anjing menggonggong untuk mengalihkan perhatian Seruni apabila ada sesuatu yang mencurigakan di sekitar ladang.
Sebenarnya, beberapa hari terakhir Seruni selalu tampak murung. Hal ini disebabkan karena Sang Ayah akan menjodohkannya dengan seorang pemuda yang masih tergolong sepupunya sendiri. Padahal, ia telah menjalin hubungan asmara dengan seorang pemuda di desanya. Bahkan, mereka telah berjanji akan membina rumah tangga.
Keadaan ini membuatnya menjadi bingung, tidak tahu harus berbuat apa. Ia pun mulai berputus asa. Di satu sisi, ia tidak ingin mengecewakan kedua orangtuanya. Namun, di sisi lain, ia juga tidak sanggup jika harus berpisah dengan pemuda pujaan hatinya.
Setelah merenung beberapa saat dan tanpa menghasilkan apa-apa, Seruni beranjak bangkit dari tempat ia duduk. Dengan berderai air mata, ia berjalan perlahan ke arah Danau Toba. Rupanya ia sudah sangat berputus asa dan ingin mengakhiri hidupnya dengan cara menceburkan diri ke Danau Toba.
Sementara Si Toki yang juga mengikuti majikannya menuju tepi danau hanya bisa menggonggong karena tidak tahu apa yang sedang berkecamuk di dalam benak Seruni.
Saat berjalan ke arah tebing di tepi Danau Toba, tiba-tiba ia terperosok ke dalam sebuah lubang batu besar hingga masuk ke dasarnya. Dan, karena berada di dasar lubang yang sangat gelap, membuat gadis cantik itu menjadi takut dan berteriak minta tolong kepada anjing kesayangannya.
Namun, karena Si Toki hanyalah seekor binatang, maka ia tidak dapat berbuat apa-apa kecuali terus-menerus menggonggong di sekitar mulut lubang.
Akhirnya gadis itu pun semakin putus asa dan berkata dalam hati, “Ah, lebih baik aku mati saja”.
Setelah berkata seperti itu, entah mengapa dinding-dinding lubang tersebut mulai merapat. “Parapat…! Parapat batu!,” seru Seruni agar dinding batu semakin merapat dan menghimpit tubuhnya.
Melihat kejadian itu, Si Toki langsung berlari ke rumah untuk meminta bantuan. Sesampainya di rumah, Si Toki segera menghampiri orang tua Seruni yang kebetulan sudah berada di rumah.
Sambil menggonggong, mencakar-cakar tanah dan mondar-mandir di sekitar majikannya, Si Toki berusaha memberitahukan bahwa Seruni dalam keadaan bahaya.
Sadar akan apa yang sedang diisyaratkan oleh si anjing, orangtua Seruni segera beranjak menuju ladang. Keduanya berlari mengikuti Si Toki hingga sampai ke tepi lubang tempat anak gadis mereka terperosok.
Ketika mendengar jeritan anaknya dari dalam lubang, Sang Ibu segera membuat obor sebagai penerang karena hari telah senja. Sementara Sang Ayah berlari kembali menuju desa untuk meminta bantuan para tetangga.
Tak berapa lama kemudian, sebagian besar tetangga telah berkumpul di rumah ayah Seruni untuk bersama-sama menuju ke lubang tempat Seruni terperosok. Mereka ada yang membawa tangga bambu, tambang dan obor sebagai penerangan.
Sesampainya rombongan di ladang, sambil bercucuran air mata, ibu Seruni berkata pada suaminya, “Pak, lubangnya terlalu dalam dan tidak tembus cahaya. Saya hanya mendengar sayup-sayup suara anak kita yang berkata: parapat, parapat batu…”
Tanpa menjawab pertanyaan istrinya, ayah Seruni segera melongok ke dalam lubang dan berteriak, “Seruniii…! Serunii…!” “Seruni…anakku! Kami akan menolongmu!” sang ibu ikut berteriak.
Beberapa kali mereka berteriak, namun tidak mendapat jawaban dari Seruni. Hanya suara Seruni terdengar sayup-sayup yang menyuruh batu di sekelilingnya untuk merapat dan menghimpitnya.
Warga yang hadir di tempat itu juga berusaha untuk membantu dengan mengulurkan seutas tambang hingga ke dasar lubang. Namun, sama sekali tidak disentuh atau dipegang oleh Seruni.
Merasa khawatir, Sang Ayah memutuskan untuk menyusul putrinya masuk ke dalam lubang, “Bu, pegang obor ini! Saya akan turun menjemput anak kita!”
“Jangan gegabah, Pak. Lubang ini sangat berbahaya!” cegah sang istri. “Benar Pak, lubang ini sangat dalam dan gelap,” sahut salah seorang tetangganya.
Setelah ayah Seruni mengurungkan niatnya, tiba-tiba terdengar suara gemuruh dan bumi pun bergoncang dahsyat yang membuat lubang secara perlahan merapat dan tertutup dengan sendirinya. Seruni yang berada di dalam lubang akhirnya terhimpit dan tidak dapat diselamatkan.
Beberapa saat setelah gempa berhenti, di atas lubang yang telah tertutup itu muncullah sebuah batu besar yang menyerupai tubuh seorang gadis yang seolah-olah menggantung pada dinding tebing di tepi Danau Toba. Orang-orang yang melihat kejadian itu mempercayai bahwa batu itu adalah penjelmaan dari Seruni dan kemudian menamainya sebagai “Batu Gantung”.
Dan, karena ucapan Seruni yang terakhir didengar oleh warga hanyalah “parapat, parapat, dan parapat”, maka daerah di sekitar Batu Gantung kemudian diberi nama Parapat. Kini Parapat telah menjelma menjadi salah satu kota tujuan wisata di Provinsi Sumut.
Tidak hanya itu, pengunjung wisata pun sengaja menyewa dan naik kapal dari Long Beach, Ajibata dan kapal kecil lainnya untuk melihat batu gantung tersebut dari atas danau
Sumber : mahasiswabatak.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa meninggalkan komentar anda disini.