Batu Gantung adalah sebuah kisah yang
begitu melegenda di kalangan masyarakat di Sumut. Kisah kesedihan
seorang gadis cantik yang berwujud batu gantung yang ada di tepi Danau
Toba pun menjadikan lokasi tersebut diberi nama Parapat.
Cerita
tersebut tidak pernah hilang dari ingatan kita semua, terutama ketika
melintas dari Parapat. Batu gantung yang berada di tebing tepi Danau
Toba tidak pernah terlewatkan untuk dilihat. Bahkan, tidak jarang warga
yang ingin rekreasi atau sekedar melintas dari lokasi itu kerap singgah
di tempat yang biasa disebut Panatapan.
Selain mata ingin melihat langsung batu gantung tersebut, ada pula yang
sengaja memerankan legenda tersebut. Terbukti, sebuah stasiun televisi
nasional, mengangkat thema kisah legenda Batu Gantung dalam acara OVJ,
kemarin.
Meski legenda itu dibawakan penuh canda tawa dan humor, namun makna
legenda kisah Batu Gantung tersebut masih tetap tersirat. Ditambah,
beberapa lagu daerah Batak dibawakan oleh pemeran dalam acara tersebut.
Beginilah, kisah legenda gadis cantik bernama Seruni yang berubah wujud
menjadi batu karena ingin dinikahkan dengan pilihan orangtuanya.
Pada zaman dahulu kala di sebuah desa kecil di tepi Danau Toba, hiduplah
sepasang suami-istri dengan seorang anak perempuannya yang cantik
jelita bernama Seruni. Selain cantik, Seruni juga tergolong sebagai anak
yang rajin karena selalu membantu kedua orangtuanya ketika mereka
sedang bekerja di ladang yang hasilnya digunakan untuk mencukupi
kebutuhan hidup sehari-hari.
Suatu hari, Seruni harus bekerja di ladang seorang diri karena kedua
orangtuanya sedang ada keperluan di desa tetangga. Ia hanya ditemani
oleh anjing peliharaannya yang diberi nama Si Toki. Sesampainya di
ladang, Seruni hanya duduk termenung sambil memandangi indahnya alam
Danau Toba.
Sementara anjingnya, Si Toki, ikut duduk di samping sambil menatap wajah
majikannya yang tampak seperti sedang menghadapi suatu masalah.
Sesekali, sang anjing menggonggong untuk mengalihkan perhatian Seruni
apabila ada sesuatu yang mencurigakan di sekitar ladang.
Sebenarnya, beberapa hari terakhir Seruni selalu tampak murung. Hal ini
disebabkan karena Sang Ayah akan menjodohkannya dengan seorang pemuda
yang masih tergolong sepupunya sendiri. Padahal, ia telah menjalin
hubungan asmara dengan seorang pemuda di desanya. Bahkan, mereka telah
berjanji akan membina rumah tangga.
Keadaan ini membuatnya menjadi bingung, tidak tahu harus berbuat apa. Ia
pun mulai berputus asa. Di satu sisi, ia tidak ingin mengecewakan kedua
orangtuanya. Namun, di sisi lain, ia juga tidak sanggup jika harus
berpisah dengan pemuda pujaan hatinya.
Setelah merenung beberapa saat dan tanpa menghasilkan apa-apa, Seruni
beranjak bangkit dari tempat ia duduk. Dengan berderai air mata, ia
berjalan perlahan ke arah Danau Toba. Rupanya ia sudah sangat berputus
asa dan ingin mengakhiri hidupnya dengan cara menceburkan diri ke Danau
Toba.
Sementara Si Toki yang juga mengikuti majikannya menuju tepi danau hanya
bisa menggonggong karena tidak tahu apa yang sedang berkecamuk di dalam
benak Seruni.
Saat berjalan ke arah tebing di tepi Danau Toba, tiba-tiba ia terperosok
ke dalam sebuah lubang batu besar hingga masuk ke dasarnya. Dan, karena
berada di dasar lubang yang sangat gelap, membuat gadis cantik itu
menjadi takut dan berteriak minta tolong kepada anjing kesayangannya.
Namun, karena Si Toki hanyalah seekor binatang, maka ia tidak dapat
berbuat apa-apa kecuali terus-menerus menggonggong di sekitar mulut
lubang.
Akhirnya gadis itu pun semakin putus asa dan berkata dalam hati, “Ah, lebih baik aku mati saja”.
Setelah berkata seperti itu, entah mengapa dinding-dinding lubang
tersebut mulai merapat. “Parapat…! Parapat batu!,” seru Seruni agar
dinding batu semakin merapat dan menghimpit tubuhnya.
Melihat kejadian itu, Si Toki langsung berlari ke rumah untuk meminta
bantuan. Sesampainya di rumah, Si Toki segera menghampiri orang tua
Seruni yang kebetulan sudah berada di rumah.
Sambil menggonggong, mencakar-cakar tanah dan mondar-mandir di sekitar
majikannya, Si Toki berusaha memberitahukan bahwa Seruni dalam keadaan
bahaya.
Sadar akan apa yang sedang diisyaratkan oleh si anjing, orangtua Seruni
segera beranjak menuju ladang. Keduanya berlari mengikuti Si Toki hingga
sampai ke tepi lubang tempat anak gadis mereka terperosok.
Ketika mendengar jeritan anaknya dari dalam lubang, Sang Ibu segera
membuat obor sebagai penerang karena hari telah senja. Sementara Sang
Ayah berlari kembali menuju desa untuk meminta bantuan para tetangga.
Tak berapa lama kemudian, sebagian besar tetangga telah berkumpul di
rumah ayah Seruni untuk bersama-sama menuju ke lubang tempat Seruni
terperosok. Mereka ada yang membawa tangga bambu, tambang dan obor
sebagai penerangan.
Sesampainya rombongan di ladang, sambil bercucuran air mata, ibu Seruni
berkata pada suaminya, “Pak, lubangnya terlalu dalam dan tidak tembus
cahaya. Saya hanya mendengar sayup-sayup suara anak kita yang berkata:
parapat, parapat batu…”
Tanpa menjawab pertanyaan istrinya, ayah Seruni segera melongok ke dalam
lubang dan berteriak, “Seruniii…! Serunii…!” “Seruni…anakku! Kami akan
menolongmu!” sang ibu ikut berteriak.
Beberapa kali mereka berteriak, namun tidak mendapat jawaban dari
Seruni. Hanya suara Seruni terdengar sayup-sayup yang menyuruh batu di
sekelilingnya untuk merapat dan menghimpitnya.
Warga yang hadir di tempat itu juga berusaha untuk membantu dengan
mengulurkan seutas tambang hingga ke dasar lubang. Namun, sama sekali
tidak disentuh atau dipegang oleh Seruni.
Merasa khawatir, Sang Ayah memutuskan untuk menyusul putrinya masuk ke
dalam lubang, “Bu, pegang obor ini! Saya akan turun menjemput anak
kita!”
“Jangan gegabah, Pak. Lubang ini sangat berbahaya!” cegah sang istri.
“Benar Pak, lubang ini sangat dalam dan gelap,” sahut salah seorang
tetangganya.
Setelah ayah Seruni mengurungkan niatnya, tiba-tiba terdengar suara
gemuruh dan bumi pun bergoncang dahsyat yang membuat lubang secara
perlahan merapat dan tertutup dengan sendirinya. Seruni yang berada di
dalam lubang akhirnya terhimpit dan tidak dapat diselamatkan.
Beberapa saat setelah gempa berhenti, di atas lubang yang telah tertutup
itu muncullah sebuah batu besar yang menyerupai tubuh seorang gadis
yang seolah-olah menggantung pada dinding tebing di tepi Danau Toba.
Orang-orang yang melihat kejadian itu mempercayai bahwa batu itu adalah
penjelmaan dari Seruni dan kemudian menamainya sebagai “Batu Gantung”.
Dan, karena ucapan Seruni yang terakhir didengar oleh warga hanyalah
“parapat, parapat, dan parapat”, maka daerah di sekitar Batu Gantung
kemudian diberi nama Parapat. Kini Parapat telah menjelma menjadi salah
satu kota tujuan wisata di Provinsi Sumut.
Tidak hanya itu, pengunjung wisata pun sengaja menyewa dan naik kapal
dari Long Beach, Ajibata dan kapal kecil lainnya untuk melihat batu
gantung tersebut dari atas danau
Sumber : mahasiswabatak.com