Sabtu, 19 Maret 2016

MARMITU SEBAGAI TRADISI BATAK - BERKUMPUL, BERNYANYI DAN MARKOMBUR


Dongan sapartinaonan (O parmitu)
Dongan sapanghilalaan (O lo tutu)
Arsak rap manghalupahon (O parmitu)
Tole ma rap taendehon (Olo tutu)

Sirup ma sirup ma
Dorguk dorgukma
Handit ma galas mi

Lirik lagu Lissoi adalah merupakan sebuah gambaran tentang bagaimana para parmitu (peminum tuak) di suatu lapo tuak (kedai atau warung yang menjual minuman tuak).
Jika anda lewat dari lapo atau warung orang Batak, anda sudah pasti mendengar orang Batak dengan suaranya yang merdu, dipadu dengan gitar atau alat musik lainnya. Mereka rata-rata bisa saling berganti peran, seperti suara tenor, bas, alto dan sopran. Jadi, campuran suara itu akan membuat kita lama-lama betah di dekat warung tersebut.

Dengan menenggap tuak yang masam, sepat, pahit, dan entah rasa apa lagi, menunjukkan konsistensi keberanian menghadapi kehidupan yang penuh cobaan, kebahagian dan sejenisnya. Dengan berkumpul, mencurahkan segala isi hati kepada teman-teman, baik sekedar curahan hati yang biasa-biasa, hingga yang sangat serius. Dan dari topik bercanda, baik dari filsafat, sosial budaya, bahkan hingga politik, sangat biasa menjadi selingan dari marmitu itu sendiri. Dan entah memang kebetulan atau tidaknya, di acara marmitulah sering melahirkan tokoh-tokoh masyarakat besar dari Batak. Baik di dunia tarik suara, maupun di dunia perpolitikan dan dunia lainnya.

Marmitu adalah budaya batak, meski tujannya untuk memperkuat tali persaudaraan dengan cara ngobrol,
bernyanyi, curhat, berlawak serta membahas politik dan lain-lain, namun budaya ini sering dinilai para suku
lain sebagai budaya negatif bahkan dianggap mengganggu lingkungan sekitar, padahal tidak dapat dipungkiri
bahwa budaya inilah salah satunya penyubur bakat orang batak dalam seni musik dan tarik suara serta tempat berlatih dalam hal sosial politik dan budaya. Tradisi marmitu bukan hanya melekat bagi kalangan kaum tua, tapi juga sangat digemari oleh kaum muda. Dan sering dilakukan di akhir pekan. Hal ini mungkin untuk sebagai ajang refreshing mengakhiri kesibukan selama satu pekan dengan memanjakan diri dengan bernyanyi dengan sahabat-sahabat dan mungkin sedikit dibarengi dengan tuak sebagai pelengkapnya.

Memang tidak jarang setelah melakukan marmitu, banyak orang mabuk (kebanyakan minum tuak pula) dan bahkan melakukan tindakan anarkis tapi masih bisa ditoleransi sich. Dan tidak dilakukan secara bersama-sama. Biasanya kalau dalam kelompok tersebut ada 5 orang yang marmitu. Dipastikan satu atau dua orang untuk tetap sadar dengan sedikit minum tuak agar tidak memabukkan. Baik buruknya tradisi marmitu, tradisi tersebut sudah mendarah daging bagi Batak. Dan menjadi sebuah kebanggaan. Karena disanalah kita bisa menunjukkan arti kesetiakawanan.




0 komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa meninggalkan komentar anda disini.

DAFTAR ARTIKEL WBC


'