Senin, 10 Agustus 2015

ANAK NI RAJA DAN BORU NI RAJA DALAM MASYARAKAT BATAK

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), raja artinya adalah "penguasa tertinggi pada suatu kerajaan (biasanya diperoleh sebagai warisan); orang yang mengepalai dan memerintah suatu bangsa atau negara: negara kerajaan diperintah oleh seorang raja".Berangkat dari pengertian di atas sangat jelas bahwa raja merupakan pimpinan tertinggi dan harus dihormati. Selain mempunyai kedudukan yang tinggi, raja juga harus dihormati dan mempunyai tempat khusus dalam suatu acara apapun itu yang melibatkan raja, apalagi acara upacara seremonial. Negara-negara kerajaan seperti Inggris dan Malaysia, adalah contoh nyata bagaimana raja diberlakukan begitu istimewa.

Dalam konteks turunan kerajaan, sering kita baca atau dengar dengan sebutan "darah biru atau keturunan ningrat". Ini kembali menegaskan bahwa posisi raja benar-benar harus diperhitungkan dan dihormati. Raja juga memiliki tahta atau singgasana dimana ia bisa memerintah rakyatnya dari tahta dimana ia berada. Inilah kehebatan raja yang menjadi super power bagi orang-orang di sekelilingnya, bagi rakyat yang ia pimpin. Hal di atas merupakan gambaran bagaimana pengertian raja dan kedudukanya dalam bermasyarakat.
Bagi suku Batak, kata raja masih sangat melekat dalam pembahasan bahasa sehari-hari. Kata raja bahkan melekat pada setiap putra/putri suku Batak. Mengapa saya katakan demikian?
Bukan karena kata raja itu ditempel dengan lem bagi putra/putri tersebut. Maksudnya adalah, dalam kehidupan sehari-hari, suku Batak yang laki-laki dikatakan sebagai "anak ni raja" (anak laki-lakinya raja) dan perempuan "boru ni raja" (anak perempuanya raja).

Jika di awal pembahasan dikatakan raja merupakan penguasa, sebenarnya dalam konteks suku Batak pengertian itu tidak begitu jauh berbeda. Yang dimaksud dengan "anak ni raja dohot boru ni raja" adalah supaya dihormati atau dihargai. Kalau kita mau melihat sejarah bahwa dalam suku Batak dikenal sistem kerajaan. Maka pernah pula kita dengar/baca Raja Batak. Maka suku Batak saat ini menyatakan keturunannya adalah keturuan raja, sehingga muncullah istilah "anak ni raja dohot boru ni raja".
Namun, pengertian raja dalam sebutan bagi suku Batak bukanlah sebagai pemegang tahta kerjaan seperti makna kerajaan pada umumnya yang kita ketahui. Sekali lagi, bagi suku Batak, kata ini menjadi penting sebagai identitas dan menyatakan bahwa baik laki-laki maupun perempuan suku Batak mempunyai harga diri. Artinya tidak bisa diremehkan oleh siapapun. Untuk itu, menjadi penting bagi suku Batak menyatakan bahwa kami adalah anak ni raja, bahwa kami adalah boru ni raja. Semuanya itu tidak lain adalah menyatakan betapa berharganya manusia sebagai ciptaan Tuhan.

Di dalam acara pesta paradaton (pesta adat-red) bagi suku Batak kedudukan raja masih berlaku. Hula-hula (Tulang)-lah yang berkedudukan sebagai raja. Tulang adalah saudara laki-laki dari ibu. Dalam porsinya sebagai raja, posisi Tulang sangat penting dalam acara adat suku Batak.Sedangkan pihak yang mengadakan pesta disebut sebagai hasuhuton (pihak penyelenggara adat/yang berpesta). Sementara boru (saudara perempuan dari hasuhuton) berperan sebagai parhobas (pelayan pesta).Nah, kalau dalam konteks di atas, berarti posisi raja melihat bagaimana kondisi atau situasi paradaton. Kalau dalam kondisi ini sangat jelas siapa yang berkedudukan sebagai raja, yakni hula-hula atau tulang. Dan perlu juga dicatat bahwa, setiap orang dalam pesta paradaton suku Batak semua merasakan sebagai hula-hula (raja), hasuhuton, dan boru yang berperan sebagai parhobas. Sehingga tidak mutlak kedudukan sebagai raja atau raja dalam pengertian seperti ini tidak permananen.
Dari penjelasan pengertian siapa yang disebut dengan raja sesuai pendangan umum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bahwa raja adalah pemimpin tertinggi. Dan kemudian dalam pengertian suku Batak seperti pada penjelasan melihat posisi dimana peranya dalam acara paradaton. Jadi semuanya bisa berperan sebagai raja.

Jadi dari pengertian anak ni raja dohot boru ni raja bagi suku Batak adalah menyatakan kesamaan derajat. Memang kalau dipikir-pikir terkesan ada kesombongan bagi suku Batak yang menyatakan sebagai raja. Namun, harus kita mengerti dari sudut pandang berpikir pendahulu suku Batak. Ketika semua mengatakan au anak ni raja do (aku anaknya rajanya), au boru ni raja do (aku boru ni rajanya), hal ini berarti sedang menyatakan bahwa kita semuanya sama kedudukanya.
Awalnya juga saya berpikir ketika suku Batak menyatakan anak ni raja atau boru ni raja, serasa suku Batak itu sombong dan tidak mau di bawah atau selalu ingin yang paling tinggi. Tetapi kemudian setelah saya renungkan dan pelajari lebih dalam ada pesan yang luar biasa yang disampaikan oleh pendahulu suku Batak dari kata ini, yakni menyatakan semua suku Batak adalah satu dan sama kedudukannya satu sama lain. Bukankah ini juga dinyatakan dalam falsah bangsa Indonesia, bahwa semua warga negara bersamaan kedudukanya.

Sungguh luar biasa apa yang sudah dibangun oleh para pendahulu suku Batak yang mengajak untuk bersatu. Bagi kaum muda Batak ini merupakan pesan yang tak ternilai harganya. Pesan kebersamaan dan tidak membedakan satu dengan yang lain ternyata sudah diamanatkan jauh sebelumnya. Untuk itu mari para kaum muda Batak untuk menghargai budaya ini dan mempertahankan dalam kehidupan sehari-hari. Hita naposo ni halak Batak: ai anak ni raja dohot boru ni raja dope hita.


                                  Sumber : Penulis Putra Batak Toba dari Desa Sitio-tio (medanbisnisdaily.com)

1 komentar:

  1. Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
    Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kumpulbagi.com untuk info selengkapnya.

    Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

    BalasHapus

Jangan lupa meninggalkan komentar anda disini.

DAFTAR ARTIKEL WBC


'