WORLD BATAK COMMUNITY

*Horas Jala Gabe ma Dihita Saluhutna *Horas Tondi Mandingin Pir ma Tondi Matogu,Sayur Matua Bulung *Horas Banta Haganupan,Habonaran do Bona *Majuah-juah Kita Krina *Njuah-juah Mo Banta Karina*

Minggu, 28 Februari 2016

SEKILAS TENTANG TOR-TOR

Sejarah kesenian tari tor tor dari daerah Batak Sumatera Utara memang cukup menggugah semangat untuk dipelajari. Pasalnya tarian ini merupakan salah satu kesenian yang sudah ada sejak ratusan tahun silam. Disinyalir masyarakat Batak telah mengenal jenis tarian ini sejak zaman purba. Untuk mengetahui sejarah tarian tor tor di bawah ini penjelasan tersebut akan kita sampaikan.
Keindahan serta keunikan dari gerakan tor tor menjadi salah satu ciri khas yang terdapat dari tarian
Sumatera Utara tersebut. Lebih jauh tentang gerakan, tarian ini memiliki makna mendalam yang mengkomunikasikan bagi penonton.

Nama tor tor diyakini oleh para seniman berasal dari hentakan kaki para penari yang bersuara “tor” “tor” karena menghentakkan kakinya pada lantai rumah. Sebagaimana yang kita ketahui bersama rumah adat masyarakat Batak merupakan sebuah rumah dengan lantai dasar papan kayu.
Terlepas dari asal usul nama tor tor itu sendiri kemunculan gerak ritmis berirama ini telah dikenal oleh
masyarakat Batak Toba sejak masa pra sejarah. Karena itu pula sebagian orang menyebut bahwa tarian tor tor merupakan sebuah tari purba.

Meskipun tidak ada yang tahu dengan pasti kapan dan siapa pencipta tarian ini namun para seniman sepakat bahwa tarian yang dikenal serta berkembang di daerah Batak  Sumatera Utara ini pada awalnya menjadi sebuah ritual adat dalam berbagai macam acara seperti upacara kematian, kesembuha, dan lain sebagainya. Singkatnya, pada masa silam tarian dari daerah Batak Sumatera Utara ini menjadi sebuah ritual yang disajikan dalam gerakan.
Tarian yang menjadi sebuah ekspresi gerakan estetis serta artistik ini dapat dipertunjukan secara perorangan maupun kelompok dengan diiringi sebuah alat musik yang disebut dengan “gondang". Gondang merupakan salah satu alat musik tradisional yang dikenal oleh masyarakat Batak.

Pada masa kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia tari tor tor sedikit banyak juga mendapatkan pengaruh. Hal ini dapat dilihat dari makana yang terkandung dalam setiap gerakan tarian tersebut.
Dalam perkembangannya tarian yang identik dengan gerakan menolak bala dan menjunjung beringin ini secara signifikan menyebar ke seluruh wilayah Batak Sumatera Utara bahkan saat ini dikenal baik oleh masyarakarat Indonesia secara luas. Selain itu fungsi dari tarian sakral yang dulunya dilakukan sebagai upacara adat oleh orang-orang Batak ini perlahan bergeser mengarah sebagai hiburan baik dalam acara resmi pemeritahan, maupun acara-acara perkawainan.

Demikian sejarah tari tor tor dari daerah Batak Sumatera Utara, mudah-mudahan dapat memperkaya pengetahuan anda tentang  tari-tarian nusantara khusunya tor-tor Batak.

http://www.senitari.com

KATA-KATA BIJAK HALAK BATAK DALAM GAMBAR PART 4










KATA-KATA BIJAK HALAK BATAK DALAM GAMBAR PART 1











KATA-KATA BIJAK HALAK BATAK DALAM GAMBAR PART 2











KATA-KATA BIJAK HALAK BATAK DALAM GAMBAR PART 3




 







Jumat, 26 Februari 2016

LEGENDA DANAU LAU KAWAR DARI TANAH KARO

Legenda Lau Kawar merupakan sebuah legenda yang berkembang di Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Kabupaten yang memiliki wilayah seluas 2.127,25 km2 ini terletak di dataran tinggi Karo, Bukit Barisan, Sumatera Utara.Oleh karena daerahnya terletak di dataran tinggi, sehingga kabupetan ini dijuluki Taneh Karo Simalem. Kabupaten ini memiliki iklim yang sejuk dengan suhu berkisar antara 16 sampai 17C dan tanah yang subur. Maka tidak heran, jika daerah ini sangat kaya dengan keindahan alamnya. Salah satunya adalah keindahan Danau Lau Kawar, yang terletak di Desa Kuta Gugung, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo. Air yang bening dan tenang, serta bunga-bunga anggrek yang indah, yang mengelilingi danau ini menjadi pesona alam yang mengagumkan.

Menurut masyarakat setempat, sebelum terbentuk menjadi sebuah danau yang indah, Danau Lau Kawar adalah sebuah desa yang bernama ‘Kawar’. Dahulu, daerah tersebut merupakan kawasan pertanian yang sangat subur. Mata pencaharian utama penduduknya adalah bercocok tanam. Hasil pertanian mereka selalu melimpah ruah, meskipun tidak pernah memakai pupuk dan obat-obatan seperti sekarang ini. Suatu waktu, terjadi malapetaka besar, sehingga desa Kawar yang pada awalnya merupakan sebuah desa yang subur menjelma menjadi sebuah danau.

Apa sebenarnya yang terjadi dengan desa Kawar itu? Ingin tahu jawabannya? Ikuti kisahnya dalam cerita rakyat berikut ini!
Pada zaman dahulu kala tersebutlah dalam sebuah kisah, ada sebuah desa yang sangat subur di daerah Kabupaten Karo. Desa Kawar namanya. Penduduk desa ini umumnya bermata pencaharian sebagai petani. Hasil panen mereka selalu melimpah ruah. Suatu waktu, hasil panen mereka meningkat dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Lumbung-lumbung mereka penuh dengan padi. Bahkan banyak dari mereka yang lumbungnya tidak muat dengan hasil panen. Untuk mensyukuri nikmat Tuhan tersebut, mereka pun bergotong-royong untuk mengadakan selamatan dengan menyelenggarakan upacara adat.

Pada hari pelaksanaan upacara adat tersebut, Desa Kawar tampak ramai dan semarak. Para penduduk mengenakan pakaian yang berwarna-warni serta perhiasan yang indah. Kaum perempuan pada sibuk memasak berbagai macam masakan untuk dimakan bersama dalam upacara tersebut. Pelaksanaan upacara juga dimeriahkan dengan pagelaran ‘Gendang Guro-Guro Aron’, musik khas masyarakat Karo. Pada pesta yang hanya dilaksanakan setahun sekali itu, seluruh penduduk hadir dalam pesta tersebut, kecuali seorang nenek tua renta yang sedang menderita sakit lumpuh. Tidak ketinggalan pula anak, menantu maupun cucunya turut hadir dalam acara itu.
Tinggallah nenek tua itu seorang sendiri terbaring di atas pembaringannya. “Ya, Tuhan! Aku ingin sekali
menghadiri pesta itu. Tapi, apa dayaku ini. Jangankan berjalan, berdiri pun aku sudah tak sanggup,” ratap si
nenek tua dalam hati.
Dalam keadaan demikian, ia hanya bisa membayangkan betapa meriahnya suasana pesta itu. Jika terdengar
sayup-sayup suara Gendang Guro-guro Aron didendangkan, teringatlah ketika ia masih remaja. Pada pesta
Gendang Guro-Guro Aron itu, remaja laki-laki dan perempuan menari berpasang-pasangan. Alangkah bahagianya saat-saat seperti itu. Namun, semua itu hanya tinggal kenangan di masa muda si nenek. Kini, tinggal siksaan dan penderitaan yang dialami di usia senjanya. Ia menderita seorang diri dalam kesepian. Tak seorang pun yang ingin mengajaknya bicara. Hanya deraian air mata yang menemaninya untuk menghilangkan bebannya. Ia seakan-akan merasa seperti sampah yang tak berguna, semua orang tidak ada yang peduli padanya, termasuk anak, menantu serta cucu-cucunya.

Ketika tiba saatnya makan siang, semua penduduk yang hadir dalam pesta tersebut berkumpul untuk menyantap makanan yang telah disiapkan. Di sana tersedia daging panggang lembu, kambing, babi, dan ayam yang masih hangat. Suasana yang sejuk membuat mereka bertambah lahap dalam menikmati berbagai hidangan tersebut. Di tengah-tengah lahapnya mereka makan sekali-kali terdengar tawa, karena di antara mereka ada saja yang membuat lelucon. Rasa gembira yang berlebihan membuat mereka lupa diri, termasuk anak dan menantu si nenek itu. Mereka benar-benar lupa ibu mereka yang sedang terbaring lemas sendirian di rumah.Sementara itu, si nenek sudah merasa sangat lapar, karena sejak pagi belum ada sedikit pun makanan yang mengisi perutnya. Kini, ia sangat mengharapkan anak atau menantunya ingat dan segera mengantarkan makanan.
Namun, setelah ditunggu-tunggu, tak seorang pun yang datang.
“Aduuuh…! Perutku rasanya melilit-lilit. Tapi, kenapa sampai saat ini anak-anakku tidak mengantarkan makanan untukku?” keluh si nenek yang badannya sudah gemetar menahan lapar. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, ia mencoba mencari makanan di dapur, tetapi ia tidak mendapatkan apa-apa. Rupanya, sang anak sengaja tidak memasak pada hari itu, karena di tempat upacara tersedia banyak makanan.

Akhirnya, si nenek tua terpaksa beringsut-ingsut kembali ke pembaringannya. Ia sangat kecewa, tak terasa air matanya keluar dari kedua kelopak matanya. Ibu tua itu menangisi nasibnya yang malang.
“Ya, Tuhan! Anak-cukuku benar-benar tega membiarkan aku menderita begini. Di sana mereka makan enak-enak sampai kenyang, sedang aku dibiarkan kelaparan. Sungguh kejam mereka!” kata nenek tua itu dalam hati dengan perasaan kecewa.

Beberapa saat kemudian, pesta makan-makan dalam upacara itu telah usai. Rupanya sang anak baru teringat pada ibunya di rumah. Ia kemudian segera menghampiri istrinya.
“Isriku! Apakah kamu sudah mengantar makanan untuk ibu?” tanya sang suami kepada istrinya.
“Belum?” jawab istrinya.
“Kalau begitu, tolong bungkuskan makanan, lalu suruh anak kita menghantarkannya pulang!” perintah sang
suami.
“Baiklah, suamiku!‘ jawab sang istri.
Wanita itu pun segera membungkus makanan lalu menyuruh anaknya, “Anakku! Antarkan makanan ini kepada nenek di rumah!” perintah sang ibu.
“Baik, Bu!” jawab anaknya yang langsung berlari sambil membawa makanan itu pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah, anak itu segera menyerahkan makanan itu kepada neneknya, lalu berlari kembali ke
tempat upacara. Alangkah senangnya hati sang nenek. Pada saat-saat lapar seperti itu, tiba-tiba ada yang
membawakan makanan. Dengan perasaan gembira, sang nenek pun segera membuka bungkusan itu. Namun betapa kecewanya ia, ternyata isi bungkusan itu hanyalah sisa-sisa makanan!!.
Beberapa potong tulang sapi dan kambing yang hampir habis dagingnya. “Ya, Tuhan! Apakah mereka sudah
menganggapku seperti binatang. Kenapa mereka memberiku sisa-sisa makanan dan tulang-tulang,” gumam si nenek tua dengan perasaan kesal.

Sebetulnya bungkusan itu berisi daging panggang yang masih utuh. Namun, di tengah perjalanan si cucu telah
memakan sebagian isi bungkusan itu, sehingga yang tersisa hanyalah tulang-tulang.
Si nenek tua yang tidak mengetahui kejadian yang sebenarnya, mengira anak dan menantunya telah tega
melakukan hal itu. Maka, dengan perlakuan itu, ia merasa sangat sedih dan terhina. Air matanya pun tak
terbendung lagi. Ia kemudian berdoa kepada Tuhan agar mengutuk anak dan menantunya itu.
“Ya, Tuhan!” Mereka telah berbuat durhaka kepadaku. Berilah mereka pelajaran!” perempuan tua itu memohon kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Baru saja kalimat itu lepas dari mulut si nenek tua, tiba-tiba terjadi gempa bumi yang sangat dahsyat. Langit pun menjadi mendung, guntur menggelegar bagai memecah langit, dan tak lama kemudian hujan turun dengan lebatnya.

Seluruh penduduk yang semula bersuka-ria, tiba-tiba menjadi panik. Suara jerit tangis meminta tolong pun
terdengar dari mana-mana. Namun, mereka sudah tidak bisa menghindar dari keganasan alam yang sungguh
mengerikan itu.
Dalam sekejap, desa Kawar yang subur dan makmur tiba-tiba tenggelam. Tak seorang pun penduduknya yang selamat dalam peristiwa itu. Beberapa hari kemudian, desa itu berubah menjadi sebuah kawah besar yang digenangi air. Oleh masyarakat setempat, kawah itu diberi nama ‘Lau Kawar’.

Demikianlah cerita tentang Asal Mula Lau Kawardari daerah Tanah Karo, Sumatera Utara. Cerita di atas
termasuk cerita rakyat teladan yang mengandung pesan-pesan moral. Sedikitnya ada tiga pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas, yaitu pandai mensyukuri nikmat, menjauhi sifat durhaka kepada orang tua, dan menyia-nyiakan amanat.

https://rapolo.wordpress.com

Selasa, 23 Februari 2016

LEGENDA SISINGAMANGARAJA XII

Pada tahun 1875 Patuan Bosar yang kemudian digelari dengan Raja Ompu Pulo Batu, ditabalkan menjadi Si
Sisingamangaraja XII di Bakara. Si Singamangaraja XI (Ompu Sohahuaon), ayahanda Si Singamangaraja XII, nyatanya telah berfungsi sebagai Raja-Imam Batak dalam tenggang waktu yang lama sekali (50 tahun), yaitu dari tahun 1825 hingga tahun 1875, yakni setelah Tuanku Rau, penganjur aliran wahhabi itu membunuh Si Singamangaraja X (Ompu Tuan Nabolon) pada tahun 1825 di dekat Siborong-borong.

Menurut adat istiadat Batak, putra tertua dari suatu keluargalah yang diutamanakan melanjutkan pekerjaan dan fungsi orang-tuanya, khususnya di bidang adat dan pemerintahan. Karena itulah maka penduduk di Bakara dan sekitarnya ingin menabalkan Ompu Parlopuk menjadi Si Singamangaraja XII. Tetapi karena untuk dapat menjadi Si Singamangaraja, seseorang harus mempunyai ciri-ciri kharismatis pula. Persyaratan itu harus dapat dipenuhi oleh orang yang akan ditabalkan menjadi penerus pimpinan kerajaan dan keimanan Si Singamangaraja. Kepemimpinan Kharimatis harus ada pada setiap Si Singamangaraja, yang pada masa lampau, di yakini selalu syarat mutlak daripada kepemimpinan dalam kerajaan, oleh penduduk yang masih dipengaruhi oleh suasana magis dan mystis, Calon Si Singamaraja harus dapat mencabut PISO GAJA DOMPAK dari sarungnya, menurunkan hujan dan membuat tanda-tanda luar biasa (mukjizat).

Persyaratan ini nyatanya tidak dapat dipenuhi oleh Ompu Parlopuk tetapi dapat dipenuhi oleh adiknya, yaitu Patuan Bosar. PISO GAJA DOMPAK itu ada sejak Si Singamangaraja I yaitu sekitar pertengahan abad XVI masehi. PISO GAJA DOMPAK adalah lambang kerajaan Si Singamangaraja. Keris itu bukanlah sembarang keris. Keris panjang ini adalah salah satu terpenting di kerajaan Si Singamangaraja yang di mulai dan berpusat di Bakara, ditepi Danau Toba, hanya sekitar 8 km dari Pulau Samosir yang indah itu.
Setelah melalui suatu proses yang berliku-liku, patuan Bosar pun, yang sebenarnya masih muda belia (sekitar
17 tahun) ditabalkan pada tahun 1875 menjadi Si Singamangaraja XII, karena ia mampu mencurahkan hujan pada musim kemarau yang parah waktu itu.Selaku singa yang melampaui dan singa yang terlampaui “beliau mempunyai fungsi sebagai pengatur kerajaan manusia bermata hitam” di Sumatra. Ini ditambah lagi dengan fungsi kepemimpinannya dalam bidang agama, adat istiadat, hukum, ekonomi, pertanian pendidikan, kebudayaan dan militer. Jadi jelas bukan hanya sebagai PRIESTER KONING sebagaimana dikemukakan oleh pihak kolonial Belanda.

Si Singamangaraja bukanlah tokoh mitologis, melainkan tokoh historis yang pernah benar-benar hidup dan
berjuang demi kepentingan rakyat ketika mengadakan perlawanan sengit terhadap Belanda.
Si Singamangaraja diakui sebagai raja dan imam besar (DATU BOLON) oleh semua suku Batak. Akan tetapi selain dia, rakyat masih mempunyai imam-imam di daerah- daerah dan kampung-kampung. Mereka inilah yang mempunyai hak untuk melakukan upacara pengorbanan dan pemujaan di tempat masing-masing, seperti pada saat sebelum dan sesudah anak lahir, waktu pemberian nama, pada pesta perkawinan dan upacara kematian.Perang yang berlangsung selama 30 tahun di Sumatra Utara itu berakhir secara tragis, bukan bagi keluarga Si Singamangaraja XII dan rakyat Sumatra Utara, melainkan juga bagi seluruh rakyat dan bangsa Indonesia di seluruh Nusantara. Hal ini demikian mengingat bahwa perjuangan Raja Si Singamangaraja XII bukan saja demi kepentingan dirinya, atau kepentingan keluarganya sendiri, melainkan berupa perjuangan Nasional yang dilakukan bersama-sama dengan suku bangsa lain untuk melawan para penjajah Belanda yang datang merebut negeri dan kekayaan penduduk Indonesia.

Pada tanggal 17 Juni 1907, hari yang naas, Raja Si Singamangaraja XII telah gugur di tembak oleh anak buah Christoffel. Raja Si Singamangaraja XII tidak gugur sendirian. Bersama dengan beliau turut juga gugur dua orang putra kendungnya, para pejuang yang tidak kenal kata menyerah dalam kamusnya, yakni Patuan Nagari dan Patuan Anggi. Pun seorang putrinya yang berusia 17 tahun yang bernama Boru Lopian, seorang srikandi sejati yang selama ini dilupakan – turut juga tewas oleh berondongan peluru Belanda di suatu jurang yang ditumbuhi hutan rimba yang kelam, di Sindias di kaki gunung Sitopangan, kira-kira 9 – 10 km dari Pearaja, Sionomhudon, Tapanuli, Sumatra Utara. Seorang tokoh lain bernama Ompu Parlopuk, abang Si Singamangaraja XII, telah meninggal sebelumnya ketika mengadakan perang gerilya menghadapi Belanda. Permaisuri Si Singamangaraja XII, Boru Situmorang, menjelang tertembaknya Si Singamangaraja XII meninggal pula karena bergerilya di tengah hutan rimba Sumatra Utara. Bahkan cucunya yang sangat dicintainya, Pulo Batu, Putra Patuan Nagari telah menutup usia pada umur amat muda karena kelaparan ketika berkecamuknya perang gerilya dan dalam keadaan dikejar-kejar oleh Belanda. Ucapan terakhir Si Singamangaraja XII ketika gugur di jurang Sindas, Sitopangan, di Sumatra Utara ialah “AHU SI SINGAMANGARAJA”.

Sumber : AHU SI SINGAMANGARAJA Oleh : Prof. DR.W. Bonar Sidjabat

Rabu, 17 Februari 2016

TABO NI MARPARIBAN

Di dalam budaya batak ada hubungan ber-pariban. Pariban itu sebenarnya sepupu. Yang artinya anak lelaki dari Namboru dan anak perempuan dari Tulang dapat dipasangkan/dinikahkan. Namboru itu sendiri adalah adik/kakak dari ayah kita. Dan Tulang itu adalah adik/abang dari Ibu kita. Dalam arti kita menikah dengan keluarga(sepupu) sendiri. Namun dalam hukum adat itu diperbolehkan. Orang batak juga tidak hanya dapat menemukan istilah pariban hanya dalam hubungan keluarganya saja. Tetapi melalui partuturan (menentukan hubungan kekerabatan melalui marga).

Partuturan ber-pariban itu sendiri sebenarnya berpatokan pada marga Ayah si wanita dengan marga Ibu si pria yang harus sama. Sehingga walau pun tidak satu Ibu tetapi sama marga itu sudah termasuk saudara dalam partuturan Batak. Sehingga anak-anak mereka di-partuturkan menjadi sepupu dan bisa juga di-pariban kan. Seperti yang kita tahu suku batak menganut garis keturunan yang Patrilineal. Jadi bagi pria tidak perlulah dia capek-capek mencari tahu dan kemudian mencocokkan marga calon mertuanya dengan marga Ibunya (Jika sama! Pariban). Cukup hanya menanyakan marga dari si wanita. Jika marga si wanita sama dengan marga Ibunya maka itu Pariban. Sebuah percakapan yang sering terjadi jika seorang pria batak melakukan pendekatan pada wanita batak.

Coba lihat percakapan pemuda dan pemudi berikut :

Pria: "Dek, boru apa?" (Boru dimaksudkan marga)
Wanita: "Boru Sinaga, bang." Pria: "Beuuh, Mamakku dek boru Sinaga juga. Paribanlah kita."

Haaaa... tapi jangan sampai modus ya, gara-gara agar marpariban sampai dibohongi dengan marganya sendiri, kalau yang itu bukan marpariban benaran namanya, tapi marpariban bohong-bohongan alias "pangota".

Sumber : http://www.kompasiana.com

Senin, 15 Februari 2016

HUMOR BATAK TENTANG OPPUNG BORU DI PENGADILAN

Konon katanya, Pengadilan Negeri Balige di Pangururan, Kabupaten Samosir, suatu ketika menggelar sidang kasus penghinaan "parbegu ganjang". Seorang ibu, Boru Sinaga, kabarnya melontarkan ucapan "parbegu ganjang do ho" terhadap Si boru Sitohang dalam sebuah acara arisan marga di Desa Simbolon. Atas tuduhan itu, Boru Sitohang merasa terhina, lalu dia membawa masalah tersebut ke jalur hukum.

Suatu hari dalam persidangan, hakim memeriksa sejumlah saksi yang rata-rata sudah berusia lanjut alias
ompung-ompung yang hadir dalam acara arisan tersebut. Di bawah ini adalah petikan tanya-jawab majelis hakim terhadap seorang ompung boru (nenek) yang dipanggil sebagai saksi.

Hakim (perempuan): "Sehat do ho, Inong?"
Ompung boru: "Sehat do, Ibu."
Hakim: "Diboto ho do di persidangan on ho laho marhua?"
Ompung boru: "Daong, na ro do surat panggilan tu ahu, bah, ro ma ahu."
Hakim: "Na arisan tanggal sampulu dua i, dohot do ho?"
Ompung boru: "Dohot, ai arisan ni marga nami doi."
Hakim: "Adong do dibege ho hata namandok 'begu ganjang' di arisan i?"
Ompung boru: "Aha?"
Hakim: "Adong do dibege ho hata 'begu ganjang' di arisan i?" (dengan suara lebih keras, Ibu Hakim mengulangi pertanyaannya).
Ompung boru: "Ai aha do nimmu? Dang hubege" (sambil mengarahkan telinganya pada hakim).
Hakim: "Adong do dibege ho hata namandok 'begu ganjang' di arisan i?" (kali ini sang hakim berkata dengan suara lebih kuat lagi, supaya si ompung mendengar).
Ompung boru: "BAH! Unang songgaki ahu! Nga matua ahu da..., nungnga nasa ho pahompukku. Songon na songgak-songgak ho tu ahu!"

Lalu Ibu Hakim mengulangi pertanyaan tadi, tapi dengan lebih lembut.
Saksi pun menjawab: "Oh..., dang huboto. Alai ninna akka jolmai, adong."
Hakim: "Akka jolma ise do maksudmu, Inong?"
Ompung boru: "Bah..., akka ise ma na ro di arisan i, godang muse do hami naro."
Hakim: "Adong do hira-hira piga halak hamu na ro di arisan i?"
Ompung boru: "Ahh..., dang hukira-kira i. Dang tarhona makkira i. Pokokna godang do hami."
Hakim: "Adong hira-hira piga meter jarakmu tu Boru Sitohang on, nanidokna parbegu ganjang on?"
Ompung boru: "Dang huukur-ukur be i, so na mamboan meter ahu. Agia! Sukkun-sukkunmu pe asing. Nga lola karejoku holan ro tuson. Assugari hugisgis kopikku, sian nakkaning nga roi dia karejoku. Di hamu ma on persidanganmuna on.
Lomomuna ma di si. Dang gabe susa karejoku alani on. Halak on do namarbada, gabe ahu disusai hamu. Dang toho be on. Mulak na ma ahu."

Setelah itu Ompung Boru bangkit dari duduknya dan keluar meninggalkan ruang sidang sambil bersungut-sungut. Tetapi kemudian ..., (bah, marhata Batak ma muse tabahen barita on ate, asa tumabo jahaon), mulak ma muse Ompung Boru i tu bagas ni parsidangan. Sanga do tarsonggot be akka na di bagas sidang i, sukkun-sukkun roha nasida: "Namarhua do muse nuaeng Ompung Boru on umbahen na mulak?"
Hape dabah..., nanaeng mamboan solop Swallow-na do ibana, ai tading sambariba solop nai.

Sumber : https://www.ketawa.com

Jumat, 12 Februari 2016

BATAL KAWIN GARA-GARA SINAMOT

Ale Inaaaaaang….!!!
Bege ma tangis ni anakmu on….
Dang boi iba mangoli dopenang..
Alani sinamot….
Inaaaang…!!

Tak terasa sudah dua jam Tiopan meratapi nasibnya. Nasib pemuda Batak yang hidup sangat sederhana di perantauan. Yang malu akan usianya yang sudah beranjak 30 tahun namun belum juga menikah. Bukan salah dia tak mau menikah.
Bukan pula karena tak punya calon teman hidup. Saat ini, dia tengah menjalin kasih dengan seorang gadis asal Tarutung. Lamtiur namanya. Meski logatnya “Batok’ alias Batak totok, Lamtiur memiliki paras yang tak kalah ayu dengan putri Solo. Kulitnya putih mulus. Rambutnya panjang walau tak terlalu tebal. Tapi adat istiadat telah mengikat mereka selaku anak-anak Batak. Pernikahan tak bisa sesuka hati dan amat sakral. Ada aturan yang wajib dipatuhi. Jika tidak, sanksi adat menanti di depan mata. Jika itu terjadi, “Mau dikemanakan wajahku dan keluargaku!” Tiopan kembali meratap. Tapi hanya di dalam hati. Dia tak ingin masalahnya itu diketahui Lamhot, rekan sekamarnya. Pikirannya seakan tak mau pindah dengan kejadian dua jam lalu.

Lamtiur, yang bekerja sebagai sales promotion girl di sebuah mal menanyakan hal yang paling ditakutinya sejak mereka menjalin cinta tiga tahun yang lalu. Ya, Lamtiur minta dinikahi. “Kapan abang menikahi aku?” tanyanya saat itu. Membuat Tiopan terpaku. Badannya seolah membeku. Namun hatinya seakan ditampar benda yang bergerak cepat sekali. “Kenapa kau tanyakan itu dek?” dia memberanikan diri bicara setelah terdiam 15 menit lamanya. “Kenapa? Abang bilang kenapa? Apa pertanyaan itu?” Lamtiur mendengus. Tampak emosi telah menguasainya. Namun, sebagai gadis Batak, pantang baginya terlihat memaksa.
Karena, sikap itu bisa membuatnya seolah-olah jual murah. “Sudah berapa tahun bang kita pacaran?” Tanya
Lamtiur. “Sekitar tiga tahun dek.” “Selama ini tak pernahkan abang berniat menjalin hubungan ini lebih serius?” wanita itu kembali mencecar Tiopan dengan ‘jurus mautnya’. “Ya adalah dek.” Tiopan menjawab pelan. “Trus kenapa abang keliatan ragu. Apa aku tak pantas mendampingi abang? Sepanjang hidup abang dan menjadi ibu dari anak-anak abang?” “Dek, kau pantas melakoni itu semua. Tapi..” suara Tiopan tercekat. Dia tak mampu meneruskan. “Tapi apa bang?” Tiopan kembali terdiam.

Wajahnya memerah menahan malu. Ingin sekali kakinya berlari meninggalkan teras kos-kosan Lamtiur itu. Ingin sekali dirinya lari menyembunyikan rasa malu itu sembari menyalahkan dirinya. Tapi semunya tak Tiopan lakukan. Melihat sikap Tiopan, Lamtiur kembali mencecar. “Tapi kenapa bang? Tolong jawab aku kalau memang abang sayang.” “Takkah abang iri dengan si Nova dan bang Gultom yang menikah minggu lalu. Atau dengan bang Tepu (Sitepu) dan kak Rina yang sudah punya si Ucok.” “Ya aku mau dek seperti mereka. Tapi kan tak semudah itu.” Akhirnya Tiopan menjawab. “Kau tahu kita ini orang Batak.” “Laiyalah, kalau itu aku juga udah tau bang. Mereka juga orang Batak. Sama dengan kita.” “Tapi bedanya mereka mampu dek. Sementara abang..” Kalimat Tiopan kembali terputus. Kerongkongannya serasa kering. Seakan tak ada udara didalamnya. “Apa karena sinamot bang?”

Lamtiur mencoba menebak. “Apa iya bang?” desaknya. “Iya dek,” Lamhot membenarkan. Suaranya amat pelan, hampir tak terdengar ke telinga Lamtiur. Gadis Batak itu terdiam sebentar mendengarnya. “Tapi bang kan bisa bicarakan ke keluarga abang. Kita juga bisa bicarakan antarkeluarga bang.” Bagi Tiopan, berbicara tentang pernikahan ke keluarganya adalah hal yang paling berat. Sejak di tinggal ayahnya yang meninggal karena darah tinggi, ibunya berjuang mati-matian di ladang untuk menyekolahkan tiga orang adiknya yang masih sekolah. Sementara dia, masih berjuang hidup di perantauan sebagai tukang parkir. Itulah yang membuat Tiopan merasa minder dari kawan-kawannya. Baginya, pendapatan seorang tukang parkir tidaklah mampu mencukupi sinamot gadis lulusan SMA. Karena untuk makan saja, dia terpaksa membagi satu bungkus nasi untuk makan siang dan malam. Tapi, itu semua hanya disimpan Tiopan di dalam hatinya saja. “Bang, serius nyah abang denganku. Biar tahu aku menyampaikannya ke orang Bapak dan Mamak di
kampung.” “Kalau abang diam, salahkah aku jika menganggap abang tak serius dengan hubungan ini?” Cecaran itu kembali ditujukan pada Tiopan. “Abang serius dek. Demi Tuhan abang serius sama kau.” Tak terasa kesungguhan itu membuat air mata Tiopan mengalir. Membasahi kulit pipinya yang kasar dan hitam. “Jadi kenapa abang tak juga mau menikahi aku. Kan sinamot bisa dibicarakan nanti bang. Aku rasa, Bapakku tak akan minta tinggi-tinggi. Asal kita cocok, dia pasti terima,” Lamtiur mencoba memberi gambaran. "Iya dek, bapakmu mungkin sudah maklum. Tapi kan di adat Batak ini bukan cuman bapakmu yang menentukan. Masih ada tulangmu dan bapaktuamu. Kau kanboru sasada, abang yakin mereka pasti minta sinamot besar-besar. Yang jelas sekali abang tak mampu penuhi,” tuturnya. Giliran Lamtiur
yang terdiam mendengar pernyataan Tiopan. Apa yang dikatakan kekasihnya itu ada benarnya. Dia adalah anak perempuan satu-satunya. Pasti tulangnya yang kepala bagian di kantor bupati tak mau sinamotnya rendah. Apalagi bapaktuanya yang perwira tentara itu. Pasti mereka tak mau jika nilai sinamot nanti rendah. Malu sama orang lain. Bagi mereka, sinamot menentukan martabat keluarga.

Baik Tiopan maupun Lamtiur hanya terdiam. Sampai akhirnya larut malam-lah yang membuat mereka harus berpisah malam ini. Lamtiur mengibas-ngibaskan roknya setelah duduk di atas tikar di teras kos-kosan itu. Tiopan pun berdiri meski kakinya masih terasa lemas sebagai dampak memikirkan masalah ini. “Abang pulang ya dek.” Tiopan pamitan. Lamtiur tak menjawab. Tapi bibirnya seakan bergerak ingin mengucapkan sesuatu. Tiopan tak ingin memaksa. Setelah memegang pundak Lamtiur dengan tangan kanannya, dia
melangkah pelan meninggalkan bangunan kayu itu. “Bang!” Panggilan Lamtiur membuat langkah Tiopan terhenti. Ditolehnya wajah manis gadis itu sembari menarik nafas dalam-dalam. Tapi tak sepatah kata tanggapan pun yang diucapnya. “Tadi pagi Bapak nelpon. Aku disuruh pulang ke Tarutung.” “Kapan adek pergi?” Tanya Tiopan memberi respon. “Besok sore bang,” jawab Lamtiur. “Kenapa begitu cepat?” pertanyaan ingin tahu kembali terlontar dari mulut Tiopan. “Ada urusan keluarga yang sangat penting.” Lamtiur memberi penjelasan singkat. Namun dari tingkahnya, terlihat masih ada yang ia sembunyikan. Tiopan berbalik lalu mendekati Lamtiur. Samar-samar, dilihatnya mata gadis itu berkaca-kaca. Selang beberapa detik kemudian, airmatanya mengalir lalu tangispun pecah.

“Maafkan aku bang. Bapak menyusurku pulang. Dan mungkin aku tak balik lagi kesini. Bapak sudah menjodohkan aku dengan paribanku yang di Soposurung.” Pernyataan itu bak guntur bagi Tiopan. Hatinya seperti hancur dilumat ban mobil hardtop. Pedihnya tak terkira. Membuat kaki Tiopan seakan tak mampu lagi menopang tubuh kurusnya. Pandangannya gelap dan pikirannya melayang-layang entah kemana. Setelah berhasil mengendalikan emosinya, Tiopan menguatkan hatinya untuk menatap wajah Lamtiur. Mungkin itu waktu terakhir dia bisa memandang wajah gadis yang ia cintai selama tiga tahun terakhir ini. Kepadanya gadis itulah hatinya terpaut. Tak ada yang lain. Sekuat dia menjaga hati demi cintanya yang murni itu. Diberikannya senyuman. Lamtiur membalasnya dengan tangisan. Dipaksanya memalingkan wajah dari gadis pujaan hatinya itu. Lalu dikumpulkannya tenaga untuk melangkah, berjalan, makin cepat lalu berlari sekencang-kencangnya. Tak diperdulikannya lagi lalulintas sibuk di jalan Sudirman, dekat kos-kosan
Lamtiur. Tiopan menyebrang tanpa menoleh ke kiri dan ke kanan. Diterobosnya jalan yang mestinya tak dilewati pejalan kaki itu. Beruntung Tuhan masih mengasihinya. Tak satupun kendaraan yang menyentuh tubuhnya. Hanya umpatan kekesalan yang mendarat ke telinganya yang sudah abai dengan dunia itu. Diterobosnya lorong gelap menuju rumah kontrakannya. Sampai akhirnya dia meratap di dalam kamar gelap. Dimana teman sekamarnya Lamhot sudah tertidur lelap. “Inaaaaaaang…!!!!”

Sumber : http://www.kompasiana.com/petikbiru/gara-gara-sinamot-batal-kawin_5500f847a3331153725129cf

Kamis, 11 Februari 2016

TARBATU PAREMAN NI PARAPAT

Naek sepeda motor ma hami mulak sian lapo tuak di Sipanganbolon rap dohot si Frans. Nunga satonga teleng agak sore menjelang malam.Marsisenggolan ma hami dohot par sepeda motor na asing. Gunop ma hami nadua tu paret-paret di pinggir ni dalan i. Dang pala mahua nian holan bohi nami do margulu aekni paret namarbirong i. Alai ala huida stop do alo nami namarsisenggolan i, husuruma si Frans pura-pura pingsan.

“Asa dapot hepeng hita,” nikku tu si Frans.
Ala dibege si Frans hata hepeng, asa lanjut muse sogot minum tuak inna rohana, dang pala diprotes husuru ibana modom di paret i.
Manukkapma ibana di paret i pura-pura pingsan…Hehehehe..
Ala kebetulan adong teni horbo disi, huahutma pakke tanganku jala hupamasukma tu salawar ni si Frans.
Disukkun si Frans ma: “Ai aha do i pren? Songonna ngali”.
Hualusi ma: “Tenangma ho,bubur Manado do i. Napenting dapot hepeng hita”.
Hudapothon ma alo name iI, hira-hira 20 meter sian TKP. Nabolon natimbo halakna. Alai ala nga mirdong au gabe met-met nama huida amatta i.

Dung jonok tu alo i,huogapima. Hudok ma: “Bayar hamu parsiubatni kedankan. Nga possa butuhana. Nga kaluar tena”, (hahahahahaha…)
Dialusi amatta i ma: “Boasa gabe au mandangdangi? Ai stop pe au nakkin ala naeng pasingotton hamu do au unang ugal-ugalan. Gabe mangasang-asang do muse diperkuat ho!.”
Nga mulai muruk ibana. Lam hugasakma attong namangogapi i.
Hudok ma muse: “Molo songoni. Main ma hita satu lawan satu. Asa itanda ho pareman ni Parapat,”. Sabbil hubukka ma bajukku attong.

Idok amatta i ma: “Oke! Menyerahma au molo boti. Buatma hepeng i di gontingkon”. (Sabbil diangkat ibana ma jaketna).
Huidama adong pestol di gottingna. Pucat pasi ma au akkahitir. Langsung stress ma au. Ai polisi do hape.
Parsudakku ma hape saddabu on. Amangoiiii bagiakkiii!!!.
Hudokma tu amatta i: “Maafma bapak polisi…! Dang hurippu na polisi hamu”.
Disukkun amatta ima (manonggak): “Molo so polisi hahuaonmu hian au haaa??? Ahado margam?”.
Hupaboama namarga Sinaga au. Pittor dipitingma rukkunghu,huhut ditempelhonma pestol i tu ulukku.
Idok ibana ma: “Molo so marga Sinaga ho nakkin,nga hulubangi ulumon pakke pestol on. Ai marga Sinaga do au tong.

Polisi Lumbanjulu ” Hahaha…
Hualusi ma (sok kompak): “Mauliate ma bapak polisikkuhhhhhh”. Sabbil huleanma attong tanganku naeng manjalang.
Ditapparhon ibana ma tanganki. Idokma: “Unang pala marsijalangan. Teni horbo ditanganmu naeng jalangonmu iba muse”.
Bah? Ha..ha..ha.. Ai so sadar be au bapak polisikkuh!!!..Ha..ha..ha..
Huhut senyum amatta i,idokma: “Lain kali jangan ugal-ugalan”.
Lao ma amatta polisi i manorushon pardalananna. Hudapothon ma muse si Frans tu TKP dengan langkah gontai.

Huberengma si Frans jongjong huhut digaruk-garuk ibana ihurna…hahaha..
Disukkun si Frans ma au: “Bohado,dapot do hepeng i?”.
Hualusi ma: “Tarhona dope hepeng disukkun ho. Holan so marlubang ulukkon nga syukur”.
Disukkun si Frans ma muse : “Jadi boha do teni horbo nadi salawar hon?”.
Hualusi ma: “Allangkon ma puang bissan las!”. Hahaha..
Mangamukma si Frans. Dibuat si Frans ma teni horbo nadi ihurna i jala disappakkonma tu bohikku…plakkk Daggahhh..
Nga asing bauni teni horbo i. Nga marsappur huroa dohot teni si Frans. Maufff ma tibba tu dolok.
Hahahahahahahahahaha…..

Sumber :http://bataktoday.com/tarbatu-pareman-ni-parapat(Oleh: Sobiran Sinaga alias Profesor Sebastian)

Selasa, 09 Februari 2016

MARHUSIP, MARHATA SINAMOT, MARTUMPOL DAN MANIKKIR TANGGA

Tata cara penikahan dalam adat  Batak Toba terdiri dari beberapa tahapan, yang mana hal ini menjadi serangkaian prosesi yang dilakukan secara berkelanjutan.   Namun dalam hal ini ada beberapa tahapan yang tentunya sangat penting dalam keseluruhan rangkaian, yakni marhusip. marhata sinamot, martumpol dan manikkir tangga.



MARHUSIP
Marhusip adalah salah satu acara pra pesta pamasumasuon (pesta pernikahan) di adat batak, dimana dalam acara ini akan ada perundingan antara pihak keluarga calon mempelai laki-laki dengan pihak keluarga calon mempelai perempuan. Sifat dari acara ini tertutup dan yang akan dibahas di acara ini adalah berapa sinamot
(mas kawin) yang akan diberikan oleh pihak calon mempelai laki-laki kepada pihak calon mempelai perempuan.


MARHATA SINAMOT
Marhata sinamot adalah sub acara dari acara perkawinan (pesta pamasumasuon) dalam adat Batak Toba, dimana dalam acara ini pihak lelaki (paranak) dan pihak perempuan (parboru) bertemu di tempat yang
telah dipersiapkan oleh pihak perempuan (parboru). Tempat diadakan acara ini biasanya di rumah pihak perempuan (parboru) Topik pembicaraan dalam acara ini adalah lebih dominan ke sinamot (tuhor ni boru).


MARTUMPOL
Martumpol adalah salah satu acara pra pesta pernikahan adat (pamasu-masuon) Batak Toba. Acara ini dilakukan di Gereja, dimana dihadiri oleh saksi dari keluarga calon mempelai laki-laki dan keluarga calon mempelai perempuan. Acara ini biasanya dilaksanakan 2-3 minggu sebelum acara  pernikahan.




MANIKKIR TANGGA
Manikkir tangga adalah acara adat dimana keluarga dari pengantin perempuan melakukan kunjungan pertama ke rumah keluarga pengantin laki-laki.Di acara ini,pihak keluarga pengantin perempuan membawa
ikan dan boras sipir ni tondi(beras). Keluarga pengantin laki-laki menyediakan pinahan lobu (daging babi) untuk disantap bersama.






Kamis, 04 Februari 2016

FAKTA MENARIK SEPUTAR DANAU TOBA

Danau Toba di Sumatera Utara dinyatakan sebagai danau kawah atau danau vulkanik terbesar di dunia! Dapat kita bandingkan dengan luas Pulau Samosir yang terdapat di tengah-tengah Danau Toba. Pulau Samosir memiliki luas yang hampir sama dengan negara Singapura! Dapat Anda bayangkan luas Danau Toba yang mengelilingi Pulau Samosir, pastilah jauh lebih luas. Dengan panjang mencapai 87 kilometer dan lebarnya 27 kilometer dengan kedalaman mencapai lebih dari 500 meter, pasti tidak bisa dalam waktu satu hari kita dapat mengagumi keindahannya.

Ayo kita menyusuri Danau Toba yang spektakuler dengan segala keindahan alam dan budayanya.

Masa Lalu yang Menakjubkan
Selain luasnya yang luar biasa menakjubkan, masa lalu Danau Toba tidak kalah menakjubkan. Dengan ketinggian 900 meter di atas permukaan laut, Toba awalnya berupa supervulkan yaitu gunung berapi raksasa yang mampu menghasilkan letusan yang sangat dahsyat.Danau ini terbentuk akibat satu atau beberapa letusan gunung berapi yang luar biasa besar, yang menurut beberapa ilmuwan boleh jadi termasuk di antara letusan terdahsyat dalam sejarah bumi. Letusan itu membuat kawah yang luar biasa besar. Lambat laun, kawahnya yang sangat besar dipenuhi air dan membentuk apa yang kita kenal sebagai Danau Toba.
Kemudian pergeseran lapisan bumi membuat dasar danau naik dan membentuk Pulau Samosir yang sangat indah. Luas Samosir sekitar 647 kilometer persegi yaitu hampir sama dengan luas negara Singapura.

 Keindahan Danau Toba

Dengan ketinggian hampir 1 kilometer di atas permukaan laut dan dikelilingi oleh deretan gunung berapi yang
merupakan bagian dari Pegunungan Bukit Barisan membuat Danau Toba begitu sejuk dan indah. Banyak pohon enau dan pinus yang tumbuh subur di sekeliling Danau Toba menambah keindahan danau ini.
Di sebelah utara Danau Toba masih bisa dijumpai berbagai fauna yang menarik seperti lutung, orangutan, dan
beberapa jenis monyet. Sedangkan di bagian selatan Danau Toba terdapat fauna yang berbeda jenis seperti monyet lingur, tapir, dan ingkir. Tentulah hal ini juga unik karena danau ini seolah-olah berfungsi sebagai garis pemisah ekologi fauna di sisi utara dan selatan Danau Toba.
Sejauh mata memandang, yang terlihat keindahan danau yang dikelilingi deretan gunung yang begitu indah dan menakjubkan. Kabut tebal kadang menyelimuti danau yang sejuk dan dingin ini. Jika tidak ada kabut, lekukan Danau Toba begitu indah untuk dikagumi. Ya, Danau Toba seperti sebuah laut di tengah-tengah daratan yang benar-benar sejuk.
Anda dapat mengamati lekuk indah Danau Toba melalui Menara Tele. Apalagi jika dilihat pada pagi hari,
pemandangannya begitu indah mengingat menara ini berada di lereng bukit. Anda dapat menemukan Menara Tele di antara Pangururan dan Sidikalang.
Jika ingin menginap tanpa menyeberang ke Pulau Samosir, Anda bisa memilih berbagai penginapan di daerah Parapat. Di Parapat ada beberapa hotel dan resor dengan pemandangan langsung ke Danau Toba.

Pulau Samosir

Di tengah-tengah Danau Toba terdapat sebuah pulau yang juga tidak kalah indah dan menakjubkan yaitu Samosir. Di sana kita bisa mengunjungi beberapa desa dan menikmati wisata alam serta wisata budaya. Danau Toba dan Pulau Samosir merupakan jantung dan kampung halaman orang Batak.
Untuk mengunjungi Pulau Samosir bisa melalui pelabuhan di Parapat yaitu Pelabuhan Ajibata. Terdapat beberapa kapal feri yang siap mengantar penduduk setempat maupun wisatawan menuju Pelabuhan Tomok di Pulau Samosir. Bahkan tersedia juga beberapa feri pengangkut kendaraan seperti mobil dan motor menuju Samosir. Lama perjalanan feri menuju Pulau Samosir sekitar 30 menit.
Ketika mencapai Pelabuhan Tomok di Pulau Samosir, ada banyak pedagang cindera mata khas Danau Toba dan khas tanah Batak di daerah sekitar Pelabuhan Tomok, Samosir. Anda bisa membeli kaos, kerajinan tangan dan juga ulos di lokasi ini jika ingin membeli oleh-oleh untuk dibawa pulang. Sebaiknya membeli oleh-oleh di sini karena banyak pilihan yang bisa Anda beli untuk dibawa pulang.


Penduduk yang ramah selalu siap menyambut kedatangan Anda. Selain itu, Anda akan lebih mengenal berbagai kebudayaan dan adat orang Batak di Pulau Samosir. Anda bisa menjumpai beberapa rumah adat Batak di pulau ini. Di sana Anda bisa belajar tentang sejarah Batak dan berbagai kebudayaan menarik orang Batak khususnya Batak Toba. Bahkan Anda bisa ikut menari bersama penduduk setempat saat ada pertunjukan Sigale-gale.Selain wisata budaya, kita juga akan menikmati berbagai keindahan alam Pulau Samosir. Kita bisa menemukan keindahan sawah bertingkat seperti yang terdapat di Bali. Juga ada beberapa air terjun yang begitu indah untuk dikunjungi seperti Air Terjun Simangande dan Air Terjun Pangaribuan (terletak di Kecamatan Palipi) yang merupakan air terjun terbesar di Pulau Samosir. Yang menarik di lokasi sekitar Air Terjun Pangaribuan di Palipi, diyakini sebagai tempat diturunkannya Raja Batak.

Selain air terjun, di Pulau Samosir juga terdapat dua buah danau yaitu Danau Aek Natonang dan Danau Sidihoni. Itu sebabnya kedua danau ini sering diberi julukan "Danau di atas danau" karena keunikannya yaitu danau yang berada di tengah Pulau Samosir, sedangkan pulau ini berada di tengah Danau Toba.
Tidak perlu takut jika satu hari tidak cukup untuk menikmati keindahan Danau Toba dan Pulau Samosir. Banyak sekali penginapan di Pulau Samosir dari resor, hotel dan penginapan biasa. Anda bisa menemukan banyak penginapan di sepanjang daerah Tuktuk dan Ambarita yang tidak jauh dari Pelabuhan Tomok. Di sini kita bisa menginap sambil menikmati keindahan alam Danau Toba dan Pulau Samosir.
Danau Toba dengan Pulau Samosir memang membuat pengalaman wisata yang benar-benar indah. Danau ini begitu indahnya dari sisi mana pun. Ingin sekali untuk berlama-lama di Danau Toba karena keindahan yang spektakuler, dahsyat dan menakjubkan.

Dengan demikian dapat disimpulkan beberapa Fakta Menarik tentang Danau Toba  yang perlu Anda ketahui:
  1. Panjangnya mencapai 87 kilometer dan lebarnya 27 kilometer
  2. Diakui sebagai danau vulkanik atau danau kawah terbesar di dunia.
  3. Merupakan danau terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara
  4. Jumlah air di Danau Toba cukup untuk menggenangi seluruh Kerajaan Inggris hingga setinggi kira kira satu meter.
  5. Pulau Samosir di tengah Danau Toba memiliki luas 647 kilometer persegi yaitu hampir sama dengan Republik Singapura.
  6. Danau di atas danau, itulah yang terdapat di Pulau Samosir, karena memiliki dua buah danau di tengah-tengah pulau yang berada di tengah Danau Toba.
  7. Terbentuk akibat salah satu letusan terdahsyat Gunung Toba, yaitu gunung berapi supervulkan sepanjang sejarah sejak bumi terbentuk dan yang terbesar dalam dua juta tahun terakhir. Letusan Gunung Toba yaitu sekitar 74.000 tahun yang lalu membuat bumi menjadi dingin karena debu vulkanik menutupi permukaan bumi sehingga suhu di bumi berkurang hingga 10 derajat Celcius dan debu vulkanik mencapai Greenland di kutub utara dan Antartika di kutub selatan.
            Sumber : http://kumpulan.info/wisata/tempat-wisata/506-danau-toba-samosir-sumatera.html

DAFTAR ARTIKEL WBC