Minggu, 30 Agustus 2015

PERKAWINAN TERLARANG (BATAK TOBA).

Menikah dengan orang bertali darah, atau incest, luas dianggap sebagai perilaku  menyimpang.
Dan di masyarakat Batak Toba, Tapanuli Utara, pengertian incest bahkan lebih luas dari sekadar skandal antara orang tua dan anak, atau sesama saudara kandung, melainkan meliputi kawin dengan orang semarga.

Di masyarakat Batak Toba, dikenal tiga macam perkwainan terlarang :
- Perkawinan semarga
- Perkawinan marpadan
- Perkawinan bona ni ari

Perkawinan semarga jelas, terjadi antara pria dan wanita semarga. Lalu yang disebut marpadan adalah perkawinan antar marga yang bekerabat dari sumpah leluhur. Misalnya, leluhur marga Sitompul dan Tampubolon. Karena persahabatan yang kental, mereka kemudian mirip saudara kandung hingga
sepakat bersipadan agar keturunan mereka tak akan saling mengawini.Akan halnya pernikahan bona ni ari adalah perkawinan antar lelaki dan wanita yang semarga dengan istri leluhur pertama. Contoh, wanita Tambunan tabu kawin dengan pria Manurung karena boru Manurung adalah istri Raja Tambun. Sebaliknya pria Tambunan sangat dianjurkan menikahi wanita Manurung. Mereka marpariban boru Manurung itu boru tulang, putri saudara lelaki ibu atau sepupu, keturunan Raja Tambun. Pernikahan menyimpang ini sudah ratusan tahun. Memang, mulanya ditentang. Namun, melihat pasangan incest bisa hidup gabe atau sukses
punya keturunan, lambat-laun corak hidup ini tak dianggap tabu lagi. Apalagi pada kejadian pertamanya sudah dilakukan pesta adat. Jadi, generasi berikutnya menganggap sah saja meneruskannya.
Namun apa yang dianggap wajar bagi warga dan wilayah desa yg melakukannya, ternyata, belum bisa diterima penduduk di luar desa itu.Dan akibatnya penduduk daerah lain akan mengisolasi mereka yg
melakukannya, sebab menurut pandangan mereka menikah dengan marga lain bisa memperluas sistem kekerabatan. “Kalau masih dengan Tambunan, tak kawin pun sudah bersaudara,”

Menurut keyakinan masyarakat di sekitar Danau Toba, meski sudah turun-temurun dalam beberapa generasi, orang semarga tetap merupakan bertali darah bagai kakak dan adik. Ini dikukuhkan dalam ketentuan adat sehingga orang semarga tabu untuk menikah.Jadi, andainya terjadi incest, itu berarti arang bukan hanya mencoreng kening keluarga, tapi juga di wajah masyarakatnya.Sikap hormat pada
warisan leluhur itu membuat hukum adat yang bicara, yaitu pasangan pelaku dijatuhi sanksi berat. Caranya, ya, dibuang atau dikucilkan dari lingkungan asal, sebelum mereka mengadakan pesta adat dengan
menyembelih beberapa kerbau sebagai tanda minta maaf kepada masyarakat.

Bahkan, sempat pula jatuh korban jiwa, misalnya, pelaku incest kemudian terbunuh. Jika orang semarga ditabukan berumah tangga, menurut penalaran, tentu, akan lebih tabu bagi orang dalam satu induk marga.
Bahkan dahulu ada banyak kejadian setelah menikah, (maaf) saat berhubungan badan sampai Dempet tidak bisa dilepaskan oleh siapa pun bahkan harus ada yang dikorbankan salah satu dari keduanya, sangat
dramatis dan ngeri bukan...??

Dunia boleh modern, tapi kita harus bisa sadar dan membuka mata…Para leluhur kita, walaupun hidup di dunia yang buta akan norma dan susila, tetap bisa menjaga dengan baik mana yang mariboto dan mana yang
marpariban.
"Bagot sisandebona papitu ila-ila, Pamangan do mandok bohi do maila
Ompunta do marsungsang durina, Hita pomparanna do na manaon ila"







0 komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa meninggalkan komentar anda disini.

DAFTAR ARTIKEL WBC


'