Senin, 20 Juli 2015

MAKNA DAN FUNGSI TAROMBO (UNANG HO GABE "DALLE")

Tarombo adalah silsilah batak keturunan atau marga batak yang turun temurun diwariskan bagi orang batak. Dan sangatlah baik untuk mengetahui sejarah setiap marga yang ada di suku batak. Dan ini dapat memberikan informasi untuk kaum muda agar mengetahui siapa dia dan siapa teman, atau orang2 disekitarnya.Tarombo dan silsilah bagi orang Batak merupakan sesuatu yang sangat penting untuk mereka bersosial dan memaknai marga bukan sekedar tempelan akhir sebuah nama.

Marga memiliki makna yang dalam dan luas. Mempertahankan nilai budaya, memelihara kasih antar sesama keturunan, menjaga pengrusakan tutur karena tutur merupakan sebuah esensi dalam budaya Batak, mengeratkan kasih antar sesama terlebih satu kakek buyut, sebuah cara pandang terhadap suatu marga karena suatu marga merupakan sebuah representasi historis dan kebesaran, dan makna-makna penting dalam kehidupan lainnya. Secara garis besar, martarombo atau melihat silsilah merupakan sebuah upaya untuk kehidupan yang lebih bermakna. Itulah sebabnya, bagi orang Batak ada istilah ‘halak hita’ dan ‘halak sileban’. Halak hita mengacu pada kemurnian keturunan orang Batak, sementara halak sileban secara acuan untuk orang non Batak. Jika halak hita tersebut tidak memelihara tarombo dan silsilahnya maka label yang disandangkan menjadi ‘dalle’, yaitu orang Batak yang tidak mengindahkan budayanya. Label dalle sangat dibenci orang Batak, namun faktanya banyak orang secara tidak sadar men-dalle-kan diri dengan tidak mengajarkan budaya Batak didalam keluarganya, hal ini disebabkan alasan jauh dari kampung halaman (luar
Tapanuli dan Medan).

Dahulu, orang Batak dilarang menikah dengan halak sileban, hal ini untuk menjaga kemurnian keturunan. Mungkin dengan kawin campur akan membuat keturunan abai mengenai adat dan silsilahnya. Jika seorang laki menikah dengan non Batak, otomatis mengikuti garis ayah dan marga tetap eksis, sehingga garis keturunan terpelihara. Namun jika seorang perempuan menikah dengan non Batak maka otomatis perempuan tersebut tidak menggariskan marga dan secara silsilah akan hilang. Garis silsilah memang mengikuti marga laki-laki, namun jika seorang perempuan tidak melahirkan seorang yang bermarga maka hal tersebut merupakan sebuah ketidakberuntungan hidup bagi orang Batak. Selain itu, jika orang Batak memiliki ibu boru Batak, maka mereka memiliki Tulang, dimana posisi Tulang sangat sentral dalam adat dan budaya Batak. Sehingga jika seseorang yang ‘Tulangnya’ bukan orang Batak maka akan sangat riskan dan sulit dalam adat.Pernikahan laki Batak dengan perempuan asing akan mempersulit tutur Tulang yang tidak ‘afdol’, misalnya orang Batak riskan memanggil Tulang yang tidak bermarga.Namun hal ini masih dapat
diterima karena masih memiliki marga anak laki tersebut. Sementara pernikahan perempuan Batak dengan laki asing akan jauh lebih sulit dan kurang diterima, karena keturunan tersebut otomatis akan hilang dari silsilah marga (keturunan tersebut tidak bermarga). Maka sering kali orang Batak menyematkan marga terhadap orang yang non Batak, baik mantu Laki atau mantu Perempuan. Pertama untuk menghindari malu,  karena kawin campur tersebut memiliki banyak efek kurang dalam adat. Kedua untuk menjaga garis keturunan tetap terpelihara (tidak putus dan hilang). Hal ini mengacu pada kebesaran marga mereka (keagungan).Sangat dapat diterima jika orang tua Batak menganjurkan anak-anak mereka menikah dengan orang Batak juga. Hal ini disebabkan upaya pelestarian budaya marga dan silsilah tersebut. Kemudian, Rasa terima beradat sangat kental dalam kehidupan orang Batak, akan sangat riskan bagi orang Batak menuturkan sebuah panggilan Batak (Oppung, Amang, Inang, Lae, Pariban, Haha, Anggi, Besan, Tante, dll) kepada orang non Batak. Kebanyakan akan berkata ‘hallung do manjouhon i’ tu halak sileban, artinya sangat riskan panggilan tersebut kepada orang asing tersebut. Kenapa? karena bagi orang Batak sebuah panggilan itu dimaknai dan dihidupi.

Kembali ke tarombo dan silsilah, para leluhur kita Batak mewariskan tarombo dan silsilah untuk keturunannya hidup rukun dalam kasih. Sejauh manapun orang merantau maka dengan sematan marga
ikatan kasih persaudaraan akan tetap melekat. Hal ini terealisasi dengan kerapnya orang Batak
membentuk perkumpulan semarga, dalam bahasa majunya arisan.Namun ternyata tarombo dan silsilah ini digunakan para leluhur tidak hanya sebagai ikatan kasih persaudaraan, Fungsi utama lainnya adalah untuk tidak mengacaukan tutur (manegai partuturon) dan menjaga keturunannya tidak terjual sebagai budak bagi orang lain.Tutur dalam orang Batak sangat esensi, sebuah panggilan memiliki makna sosial baik itu posisi,
sikap hidup, tanggung jawab dan kewajiban beserta hak sosialnya. Tutur tersebut merepresentasikan makna-makna diatas.

Pada jaman dulu sering terjadi jual-beli budak antar raja raja daerah. Dengan marga maka orang akan mengetahui seseorang tersebut dalam sosialnya. Mungkin keturunan raja, penguasa, orang terhormat, pengaruh besar, famili, dan sebagainya. Maka para leluhur mewarikan marga ini menjaga keturunannya dari berbagai ancaman luar tersebut. Jika keturunan penguasa pergi merantau jauh, dengan sematan marga maka tiap-tiap daerah akan mengenalnya dan perlakuan yang tidak semena-mena. Selain mungkin karena dia itu seorang keturunan tertentu namun juga sebagai famili atau klan marga tertentu yang mana partuturan dapat dijalankan. Maka dalam hal ini prestasi besar bagi para leluhur Batak dengan mewariskan marga bagi keturunannya.Jika prestasi budaya para leluhur kita berhasil dan kita nikmati hingga saat ini, maka
seharusnya para generasi Batak mengaktualisasikannya. Tidak membuang nilai tarombo marga tersebut. Sementara dilain hal, banyak yang menghabiskan energi untuk mengurusi hal-hal yang tidak berguna karena silsilah, berdebat masalah keturunan dan marga, bahkan menghina sesama bermarga, bahkan parahnya ada yang masih dalam satu marga karena meributkan sulung siapa atau bungsu siapa. Tentu ini tidaklah elok bagi kita orang Batak yang mungkin memiliki “Silsilah Terbesar dalam peradaban Dunia”. Mengapa penulis mengatakan demikian? Karena menurut hemat saya salah satu budaya terbesar yang memiliki silsilah besar dan kompleks namun harmonis adalah budaya orang Batak. Mungkin hal ini perlu kita orang Batak perlu ajukan kepada Guinness Award sebagai Silsilah yang terbesar dalam peradaban.

Sebagai orang Batak memang selayaknya memelihara budayanya, termasuk silsilah marganya. Namun
jika pertentangan itu melarut dalam ‘pertikaian’ yang berkepanjangan, maka fungsi tarombo itu melenceng dari yang seharusnya.Leluhur orang Batak mewariskan silsilah sebagai pengikat kasih antar keturunannya, memaknainya sebagai budaya yang unik dan bernilai lintas waktu dan ruang.
Jika para leluhur kita memberi garis marga untuk menjaga keturuannya murni (dang manegai partuturan) dan tidak menjadi budak. Maka seharusnya kita diabad 21 ini memikirkan signifikansi silsilah tersebut dalam hal yang lebih berguna, bukan permusuhan yang tidak berguna.



source : fhsigiro.wordpress.com

0 komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa meninggalkan komentar anda disini.

DAFTAR ARTIKEL WBC


'